Hadapi Kebijakan Tarif Trump, Legislator PKS: RI Harus Jalankan Diplomasi Dagang Cerdas dan Terukur

Sabtu, 05 April 2025 | 16:09 WIB
Hadapi Kebijakan Tarif Trump, Legislator PKS: RI Harus Jalankan Diplomasi Dagang Cerdas dan Terukur
Donald Trump (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi XI DPR RI fraksi PKS, Muhammad Kholid, menegaskan bahwa Indonesia harus merespons kebijakan tarif baru Presiden AS, Donald Trump, dengan strategi diplomasi dagang yang cerdas dan terukur.

Menurutnya, Indonesia tak boleh terjebak dalam retaliasi perdagangan yang justru bisa merugikan perekonomian nasional. Sebagai gantinya, ia mendorong pemerintah untuk mengutamakan diplomasi dagang, baik secara bilateral maupun multilateral bersama negara-negara lain yang terdampak kebijakan tersebut.

“Indonesia harus menegosiasikan kembali skema Generalized System of Preferences (GSP) dan berbagai hambatan non-tarif agar tetap bisa mengakses pasar Amerika Serikat. Selain itu, kita perlu segera menyiapkan diversifikasi ekspor ke kawasan seperti Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan negara-negara BRICS, karena lanskap rantai pasokan, perdagangan, dan investasi global akan berubah pasca kebijakan tarif Trump,” kata Kholid kepada wartawan, Sabtu (5/4/2025).

Juru Bicara PKS Muhammad Kholid. [pks.id]
Juru Bicara PKS Muhammad Kholid. [pks.id]

Ia menyoroti dampak kebijakan tarif Trump terhadap industri padat karya di Indonesia. Dengan Amerika Serikat sebagai salah satu mitra dagang utama dan surplus perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai USD 16,8 miliar, kebijakan ini bisa memukul industri yang bergantung pada pasar AS.

“Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencakup tekstil, garmen, mebel, elektronik, dan machinery tools terkait otomotif. Kita perlu menyiapkan skema fiskal untuk melindungi industri padat karya yang terdampak langsung, serta mengantisipasi risiko lay off atau PHK massal,” ungkapnya.

Selain dampak perdagangan langsung, Kholid juga mengingatkan bahwa perang dagang ini bisa memicu aliran modal keluar (capital outflow) dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan langkah mitigasi di sektor keuangan.

Sebagai langkah konkret, Kholid mendorong pemerintah untuk segera menyusun strategi mitigasi yang komprehensif agar ekonomi nasional tetap stabil di tengah ketidakpastian global.

“Transmisi dampak perang dagang tidak hanya terjadi melalui jalur perdagangan, tetapi juga melalui pasar keuangan. Potensi keluarnya modal asing harus diantisipasi agar tidak memperburuk tekanan terhadap rupiah,” pungkasnya.

Respons Ketua Banggar DPR RI

Baca Juga: Indonesia di Tengah 'Perang Tarif' Trump, Legislator PKS: RI Harus Jalankan Diplomasi Dagang Cerdas

Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, mendorong agar pemerintah segera mengambil beberapa langkah dan inisiatif untuk mengantisipasi dampak pembahruan tarif dagang yang diperbelakukan Amerika Serikat ke Indonesia.

Terlebih juga dalam menghadapi situasi ekonomi dalam negeri yang tak mudah.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah. (Suara.com/Bagaskara)
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah. (Suara.com/Bagaskara)

Salah satunya, kata dia, yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengambil inisiatif dalam forum World Trade Organization (WTO).

"Mengambil inisiatif melalui forum World Trade Organization (WTO) untuk mengambil kebijakan penyehatan perdagangan global agar lebih adil, dan menopang pertumbuhan ekonomi global secara berkelanjutan," kata Said dalam keterangannya yang diterima Suara.com, Jumat (4/4/2025).

"Kita tidak menginginkan hanya untuk kepentingan adidaya, lalu kepentingan masyarakat global untuk mendapatkan kesejahteraan diabaikan," Said menambahkan.

Menurutnya, Indonesia perlu mengajak dunia pada tujuan dibentuknya WTO untuk prinsip perdagangan non diskriminasi, membangun kapasitas perdagangan internasional, transparan, dan perdagangan bebas, serta sebagai forum penyelesain sengketa perdagangan internasional.

Sementara itu di dalam negeri, kata Said, Indonesia bisa mengambil sejumlah langkah. Pertama, kata dia, menjaga produk produk ekspor Indonesia dalam pasar internasional.

"Jika produk produk ekspor Indonesia terhambat akibat kebijakan tarif yang membuat tingkat harga tidak kompetitif. Langkah ini untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan," katanya.

Kemudian, memastikan kebijakan penempatan 100 persen devisa hasil ekspor di dalam negeri berjalan dan dipatuhi oleh pelaku ekspor, hal ini sebagai jalan memperkuat kebutuhan devisa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI