"Ini saatnya kita serius memperkuat produksi pangan lokal, dari hulu sampai hilir. Jangan sampai momentum ini lewat begitu saja. Kita dorong pangan lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Johan.
Johan menegaskan pentingnya dukungan kebijakan nyata dari pemerintah, termasuk insentif untuk petani dan UMKM pangan lokal, perluasan lahan produktif, serta penguatan riset dan teknologi pertanian.
Ia juga mendorong percepatan program substitusi impor, terutama terhadap bahan baku industri makanan yang selama ini sangat bergantung pada pasokan luar negeri.
"Jangan kita hanya reaktif ketika gejolak datang dari luar. Harus ada desain besar untuk kedaulatan pangan, dan ini harus kita mulai sekarang. NTB, misalnya, punya potensi luar biasa dalam produksi padi, jagung, sorgum, hingga produk peternakan dan perikanan," terangnya.
Selain mendorong kemandirian produksi, Johan juga mengharapkan pemerintah memperkuat cadangan pangan nasional dan memperluas akses pasar bagi produk pangan lokal.
Sebab, menurutnya, perlindungan terhadap petani dan nelayan lokal menjadi bagian penting dari strategi ketahanan nasional di tengah situasi global yang tidak menentu.
"Kita tidak bisa bergantung terus pada pasar luar. Saatnya pemerintah hadir lebih kuat, membela pangan lokal dan produk petani kita," tegas Johan.
Oleh karena itu, meski kebijakan tarif AS telah memicu pelemahan rupiah dan kenaikan biaya impor yang berdampak pada sektor-sektor strategis, termasuk pangan.
Ia berharap di tengah tekanan ini, langkah konkret pemerintah dan kesadaran publik untuk beralih ke konsumsi produk lokal akan menjadi penentu utama daya tahan ekonomi nasional.
Baca Juga: Daftar Barang yang Alami Kenaikan Harga Imbas Perang Dagang Trump