Desak DPR Tak Buru-buru soal RUU KUHAP, Koalisi Masyarakat Sipil Beberkan 9 Poin Catatan Krusial

Kamis, 03 April 2025 | 22:41 WIB
Desak DPR Tak Buru-buru soal RUU KUHAP, Koalisi Masyarakat Sipil Beberkan 9 Poin Catatan Krusial
Koalisi Masyarakat Sipil Desak 8 Poin Krusial Diperhatikan di RUU KUHAP. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Perlu ada jaminan bahwa korban dapat mengajukan keberatan kepada Penuntut Umum atau Hakim apabila laporan atau aduan tindak pidana tidak ditindaklanjuti oleh Penyidik,” katanya.

Kemudian yang ke dua, mekanisme pengawasan oleh pengadilan (judicial scrutiny) dan ketersedian forum komplain untuk pelanggaran prosedur penegakan hukum oleh aparat. 

“Harus ada jaminan bahwa seluruh upaya paksa dan tindakan lain penyidik dan penuntut umum harus dapat diuji ke pengadilan dalam mekanisme keberatan dengan mekanisme pemeriksaan yang substansial untuk mencari kebenaran materil dari dugaan pelanggaran ketimbangan pemeriksaan administrasi kelengkapan persuratan,” ujarnya. 

Lalu berikutnya, pembaruan pengaturan standar pelaksanaan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyadapan yang objektif dan berorientasi pada perlindungan HAM.

Ia mengatakan, perlu ada jaminan bahwa seluruh tindakan tersebut harus dengan izin pengadilan sedangkan pengecualian untuk kondisi mendesak tanpa izin pengadilan diatur secara ketat, serta dalam waktu maksimal 48 jam pasca orang ditangkap harus dihadapkan secara fisik ke muka pengadilan untuk dinilai bagaimana perlakuan aparat yang menangkap dan apakah dapat selanjutnya perlu penahanan.

“Keempat, prinsip keberimbangan dalam proses peradilan pidana antara negara (penyidik-penuntut umum) dengan warga negara termasuk advokat yang mendampingi,” tuturnya.

Ia menegaskan, harus ada jaminan peran advokat yang diperkuat dalam melakukan fungsi pembelaan terutama pemberian akses untuk mendapatkan atau memeriksa semua berkas/dokumen peradilan dan bukti-bukti memberatkan, perluasan pemberian bantuan hukum yang dijamin oleh negara dan pemberian akses pendampingan hukum tanpa pembatasan-pembatasan, hingga perlu meluruskan definisi advokat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

Kelima, akuntabilitas pelaksanaan kewenangan teknik investigasi khusus seperti pembelian terselubung (undercover buy) dan penyerahan yang diawasi (controlled delivery).

Menurutnya  diperlukan adanya pembatasan jenis-jenis tindak pidana pidana yang dapat diterapkan dengan teknik investigasi khusus, syarat dapat dilakukannya kewenangan ini, serta jaminan bahwa kewenangan ini harus berbasis izin pengadilan. Kewenangan ini tidak boleh dilakukan pada penyelidikan, tidak boleh penyidik yang menginisiasi niat jahat melakukan tindak pidana.

Baca Juga: Mulai Digeber Sehabis Lebaran, DPR Ancang-ancang Bentuk Panja Revisi KUHAP

Suasana FGD dengan tema "Konflik dan Carut Marut Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP. Sinergi atau Hegemoni Kekuasaan ? " di Auditorium LT 2 SBSN IAIN Kudus beberapa waktu lalu.
Suasana FGD dengan tema "Konflik dan Carut Marut Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP. Sinergi atau Hegemoni Kekuasaan ? " di Auditorium LT 2 SBSN IAIN Kudus beberapa waktu lalu.

“Keenam, sistem hukum pembuktian, perlu definisi bukti tanpa mengotak-kotakkan alat bukti dan barang bukti serta memastikan unsur relevansi dan kualitas bukti, memastikan adanya prosedur pengelolaan setiap jenis/bentuk bukti, serta harus ada jaminan “alasan yang cukup"," katanya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI