Suara.com - Jumlah korban tewas akibat gempa yang mengguncang negara Myanmar pekan lalu terus bertambah. Pemerintah militer Myanmar pada Rabu (3/4/2025) mengungkapkan bahwa lebih dari 2.800 orang tewas dan lebih dari 4.600 lainnya mengalami luka-luka akibat bencana alam itu.
Gempa berkekuatan 7,7 magnitudo di Myanmar ini semakin memperburuk krisis kemanusiaan di negara yang tengah dilanda perang saudara.
Ratusan orang masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan, terutama di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar yang berdekatan dengan pusat gempa. Upaya penyelamatan terkendala minimnya alat berat dan infrastruktur yang rusak.
Data terbaru jumlah korban gempa Myanmar diumumkan setelah tiga kelompok bersenjata etnis minoritas yang tergabung dalam Aliansi Tiga Bersaudara menyatakan gencatan senjata sepihak selama satu bulan.
Mengutip Antara, keputusan ini diambil untuk mendukung operasi penyelamatan dan bantuan kemanusiaan bagi para korban bencana.
Aliansi Tiga Bersaudara, yang mencakup Tentara Arakan, Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar, dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang, memastikan mereka tidak akan melakukan operasi ofensif selama periode tersebut.
Mereka hanya akan bertahan untuk menjaga keamanan distribusi bantuan bagi korban gempa bumi di Myanmar.
Selain itu, pemerintahan paralel yang dibentuk oleh anggota pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi yang digulingkan dalam kudeta 2021 juga mengumumkan gencatan senjata sejak Sabtu.
Namun, hingga kini, pihak militer Myanmar belum menunjukkan tanda-tanda untuk menghentikan serangannya. Media lokal melaporkan bahwa serangan udara masih terus terjadi di wilayah kekuasaan kelompok oposisi.
Sementara itu, tim penyelamat dari luar negeri mulai berdatangan ke Myanmar untuk membantu proses evakuasi korban gempa besar di Myanmar.