Suara.com - Jumlah korban tewas akibat gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang melanda Myanmar pada Jumat (28/3) terus bertambah, mencapai 1.700 orang, menurut laporan terbaru dari Dewan Administrasi Negara Myanmar pada Minggu (31/3).
Selain itu, sebanyak 3.400 orang dilaporkan terluka, sementara 300 lainnya masih dinyatakan hilang.
Kota Mandalay, yang menjadi salah satu wilayah paling parah terdampak, menghadapi situasi darurat dengan krematorium yang berjuang mengatasi lonjakan jumlah jenazah. L
aporan dari Myanmar Now pada Minggu (30/3) menyebutkan bahwa pemakaman besar seperti Kyanikan, Taung-Inn, dan Myauk-Inn kewalahan menangani tumpukan jenazah.
Seorang warga di lokasi kremasi, yang identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan, "Kemarin kami mengkremasi lebih dari 300 jenazah, dan pagi ini lebih dari 200 sudah diproses."
Sebelumnya, sebuah gedung pencakar langit setinggi 30 lantai yang sedang dalam tahap pembangunan untuk kantor-kantor pemerintah di bagian utara Bangkok runtuh pada Jumat siang (28/3), menyisakan tumpukan puing-puing dan logam bengkok.

Menurut laporan polisi dan tenaga medis setempat, sebanyak 43 pekerja konstruksi terjebak di bawah reruntuhan gedung yang ambruk dalam hitungan detik tersebut.
Video amatir yang beredar luas di media sosial menangkap momen mengerikan ketika bangunan yang belum selesai itu roboh.
Terlihat para pekerja berlarian panik, berusaha menyelamatkan diri dari longsoran beton dan besi yang runtuh dengan cepat.
Baca Juga: Lisa BLACKPINK Kirim Doa Usai Thailand Turut Diguncang Gempa Myanmar
Insiden ini memicu kepanikan di seluruh Bangkok, kota yang masih terguncang oleh getaran kuat dari gempa yang berasal dari Myanmar.
Guncangan tersebut tidak hanya dirasakan di Thailand, tetapi juga memengaruhi wilayah lain di Asia Tenggara, termasuk China barat daya.
Tim penyelamat segera dikerahkan ke lokasi kejadian di Bangkok utara untuk mencari dan mengevakuasi korban yang terperangkap.
Helikopter dan alat berat digunakan untuk mempercepat upaya penyelamatan, sementara paramedis memberikan pertolongan pertama kepada korban yang berhasil dievakuasi.
Di Bangkok, dampak gempa ini menyebabkan kekacauan di tengah kota. Penduduk berhamburan ke jalanan saat gedung-gedung bergoyang, termasuk tamu hotel yang terlihat mengenakan jubah mandi dan pakaian renang saat berlari mencari tempat aman.
"Saya sedang tidur di rumah, lalu mendengar guncangan keras. Saya langsung berlari keluar dengan piyama," ujar Duangjai, seorang warga Chiang Mai, kepada kantor berita AFP.
Sejumlah layanan transportasi umum, seperti metro dan kereta ringan di Bangkok, dihentikan sementara untuk memastikan keselamatan penumpang dan memungkinkan inspeksi struktural.
Getaran gempa ini juga terasa hingga provinsi Yunnan di China barat daya, di mana badan gempa Beijing mencatat kekuatan 7,9 SR. Di Myanmar sendiri, kerusakan meluas tidak hanya pada bangunan, tetapi juga infrastruktur vital.
Di ibu kota Naypyidaw, wartawan AFP melaporkan jalanan tertekuk dan plafon gedung berjatuhan, sementara di Yangon, warga berlarian keluar dari gedung-gedung tinggi akibat getaran yang berkepanjangan.
USGS mencatat bahwa gempa di dekat Sesar Sagaing, yang membentang dari utara ke selatan Myanmar, bukanlah hal yang langka.
Sejarah mencatat beberapa gempa besar di wilayah ini, termasuk enam gempa berkekuatan di atas 7,0 SR antara 1930 dan 1956, serta gempa 6,8 SR pada 2016 di Bagan yang merusak situs bersejarah dan menewaskan tiga orang.
Namun, dengan sistem medis yang terbatas, khususnya di pedesaan Myanmar, dan kerusakan infrastruktur yang signifikan, respons terhadap bencana kali ini menjadi tantangan besar.
Pemerintah Thailand kini berada di bawah tekanan untuk segera mengambil langkah tanggap darurat guna mendukung upaya penyelamatan di Bangkok dan memastikan keselamatan warga di tengah ancaman gempa susulan.
Di Myanmar, tim penyelamat dan otoritas setempat terus bekerja untuk mengevaluasi situasi, meskipun belum ada laporan resmi mengenai total kerusakan atau jumlah korban jiwa secara keseluruhan.