Suara.com - Umat Muslim Palestina di Jalur Gaza merayakan Hari Raya Idul Fitri 2025 pada Minggu (31/03/2025) di tengah kondisi yang memprihatinkan.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG), M. Anshorullah, banyak warga terpaksa melaksanakan shalat Id di lapangan terbuka yang dikelilingi puing-puing bangunan, akibat kehancuran yang disebabkan oleh serangan bom Israel.
"Masjid-masjid pun tak luput dari kehancuran. Di Kota Khan Younis dan Jabalia, misalnya, warga harus shalat di antara reruntuhan," ujar Anshorullah.
Tragedi kembali menyelimuti suasana Idul Fitri ketika, beberapa jam setelah shalat Id, pasukan Zionis Israel melancarkan serangan udara di Kota Khan Younis.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 20 orang dan melukai puluhan lainnya, dengan mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan.
"Mereka sedang berkumpul bersama keluarga usai shalat Id. Banyak anak-anak yang gugur masih mengenakan pakaian baru, sepatu baru, bahkan memegang koin hadiah dari keluarga," ungkap Anshorullah dengan nada pilu.
Kondisi di Gaza semakin diperparah oleh minimnya pasokan makanan akibat blokade ketat Israel.
Anshorullah menuturkan bahwa selama hampir dua pekan, tidak ada truk bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk melalui perbatasan mana pun ke wilayah kantong Palestina tersebut.
Di Kota Jenin, Tepi Barat, perayaan Idul Fitri juga terganggu. Warga yang sedang berkumpul bersama keluarga menjadi sasaran tembakan gas air mata oleh pasukan Zionis Israel, menambah daftar penderitaan rakyat Palestina di hari yang seharusnya penuh suka cita.
Baca Juga: Kumpulan Link Twibbon Idul Fitri 2025: Sambut Lebaran dengan Gaya!
Situasi ini mencerminkan tantangan berat yang dihadapi warga Palestina dalam menjalankan ibadah dan merayakan hari raya di tengah konflik yang tak kunjung usai.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu untuk mendesak penghentian serangan Israel terhadap Gaza.
Dalam pernyataannya di platform X pada Minggu malam, Macron menyerukan agar serangan dihentikan segera guna membuka jalan bagi gencatan senjata dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
"Kami akan terus bekerja untuk rencana rekonstruksi Arab dan kembali ke solusi dua negara, yang merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian dan keamanan bagi Israel dan Palestina," tegas Macron.
Ia menegaskan bahwa tindakan seperti pemindahan paksa atau aneksasi wilayah bertentangan dengan visi tersebut.
Selain itu, Macron menegaskan komitmen Prancis untuk memprioritaskan pembebasan semua sandera yang ditahan serta menjamin keamanan Israel. Namun, ia juga meminta Israel untuk mematuhi sepenuhnya gencatan senjata yang telah disepakati di Lebanon.
"Tuntutan ini berlaku untuk semua pihak yang terlibat," ujarnya.
Dalam konteks Lebanon, Macron menekankan perlunya penguatan mekanisme pemantauan untuk memastikan kedaulatan Lebanon dipulihkan sepenuhnya.
"Ini termasuk penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Lebanon," tambahnya.
Pembicaraan ini menggarisbawahi upaya Prancis dalam mendorong stabilitas di kawasan, di tengah meningkatnya ketegangan akibat konflik yang berkepanjangan di Gaza dan Lebanon.
Macron sebelumnya pernah bertemu Netanyahu pada Februari 2023 di Istana Elysee, Paris, menunjukkan hubungan diplomatik yang terus berlangsung antara kedua pemimpin.
Adapun jumlah korban tewas di Gaza akibat konflik sejak Oktober 2023 telah mencapai lebih dari 46.584 orang, dengan lebih dari 109.731 orang terluka. Angka ini diperkirakan terus meningkat seiring berlanjutnya serangan, termasuk insiden terbaru pada 31 Maret 2025 yang telah menewaskan 20 orang.
Hingga saat ini, berbagai upaya dari berbagai negara telah dilakukan untuk membantu menyelesaikan konflik tersebut namun masih belum mencapai kesepakatan damai.