Blokade Total Gaza: Ibu-Ibu Terpaksa Masak dengan Kardus Demi Hidangkan Kue Idul Fitri

Aprilo Ade Wismoyo Suara.Com
Minggu, 30 Maret 2025 | 16:27 WIB
Blokade Total Gaza: Ibu-Ibu Terpaksa Masak dengan Kardus Demi Hidangkan Kue Idul Fitri
Anak-anak di Gaza rayakan Idulfitri dengan pilu. (YT BBC Indonesia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di kamp pengungsi Khan Younis, Gaza selatan, para ibu Palestina sedang membuat Kaak, kue tradisional untuk merayakan Idul Fitri, demi memberikan sedikit kebahagiaan kepada anak-anak mereka, meski militer Israel terus melancarkan serangan sejak 18 Maret 2025.

Di tengah kesedihan dan kehancuran akibat kehilangan tempat tinggal dan orang-orang tercinta, para ibu berusaha menciptakan momen bahagia sekecil apapun bagi anak-anak mereka, berupaya melindungi mereka dari kesulitan yang semakin memburuk sebagai akibat dari penutupan perbatasan oleh Israel.

Tahun ini, Idul Fitri -- hari raya yang menandai akhir bulan suci Ramadan -- tiba ketika Gaza menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi yang semakin serius, dengan meningkatnya serangan dari Israel.

Idul Fitri adalah salah satu dari dua hari raya utama dalam Islam, bersamaan dengan Idul Adha.

Sejak 2 Maret 2025, Israel telah menerapkan blokade total di Jalur Gaza, menutup semua perbatasan dan mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, medis, dan logistik darurat.

Pasar hampir kosong, sementara harga barang yang tersisa melambung tinggi, menyulitkan warga Palestina -- yang semakin terpuruk akibat konflik -- dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Minggu lalu, Kantor Media Pemerintah Gaza mengumumkan bahwa wilayah tersebut telah memasuki tahap pertama kelaparan akibat blokade yang berkepanjangan dan terhambatnya akses bantuan penyelamat.

Tangkapan gambar dari video saat warga Gaza salat berjamaah di tengah reruntuhan [ist]
Tangkapan gambar dari video saat warga Gaza salat berjamaah di tengah reruntuhan [ist]

Ketekunan untuk Bertahan

Di tengah keterbatasan, Kawthar Hussein duduk di dekat tungku tanah di sudut tempat pengungsian, berusaha menyalakan api untuk memanggang kue Idul Fitri, meski artileri Israel terus membombardir daerah sekitarnya.

Baca Juga: Hilal Tak Terlihat, Menteri Agama: Masih Ada Satu Hari Lagi, Mari Sempurnakan

Karena blokade yang membatasi akses terhadap gas untuk memasak, para wanita terpaksa menggunakan kardus dan kayu bakar untuk memasak, sebuah proses yang melelahkan dan memakan waktu.

Meski udara dipenuhi asap, Hussein dengan telaten menyusun adonan kue di atas nampan sebelum memanggangnya.

"Suasana di sini sangat menyedihkan. Kami telah kehilangan banyak saudara dan orang yang kami cintai, serta menghadapi krisis kemanusiaan yang sangat berat," ungkapnya.

"Kami adalah bangsa yang mencintai kehidupan. Kami tidak ingin anak-anak kami hidup dalam kekurangan. Kami berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka, meski hanya dalam jumlah sedikit," kata Hussein kepada Anadolu.

Sebelum perang, ia biasanya membuat sekitar 9 kilogram kue untuk Idul Fitri. Namun, tahun ini, dia hanya mampu membuat 1 kilogram, sebagai upaya untuk memberikan sedikit kebahagiaan bagi anak-anak yang terdampak konflik.

Walau duka menyelimuti, ia meyakini bahwa merayakan Idul Fitri merupakan salah satu "syiar Allah yang perlu dihidupkan kembali."

PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Group wilayah kerja Makassar akan menggelar pelaksanaan Salat Idulfitri 1445 Hijriah/2024 Masehi [SuaraSulsel.id/Humas Pelindo]
Ilustrasi salat Idulfitri [SuaraSulsel.id/Humas Pelindo]

Cahaya Kebahagiaan di Tengah Perang

Umm Mohammed, seorang ibu Palestina lainnya, juga berusaha menghadirkan suasana Idul Fitri bagi anak dan cucunya dengan membuat kue.

"Kami berhasil membuat sedikit kue agar anak-anak bisa merasakan kembali ritual Idul Fitri yang terlewatkan di tengah genosida ini," katanya kepada Anadolu.

"Kesedihan menyelimuti mereka. Kami mencoba menghibur anak-anak dengan memberikan satu kue untuk masing-masing. Itu saja yang bisa kami lakukan," tambahnya.

Pada 18 Maret, tentara Israel melancarkan serangan udara mendadak ke Gaza, menewaskan 896 orang dan melukai hampir 2.000 lainnya, yang menghentikan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan.

Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah merenggut nyawa lebih dari 50.200 warga Palestina -- kebanyakan perempuan dan anak-anak -- dan melukai lebih dari 114.000 orang, menurut laporan otoritas kesehatan setempat.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant pada November lalu atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang yang mereka laksanakan di wilayah tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI