Bisnis MICE di Bali Kolaps: Hotel Berbintang Kehilangan Tamu, Badai PHK di Depan Mata

Jum'at, 28 Maret 2025 | 17:02 WIB
Bisnis MICE di Bali Kolaps: Hotel Berbintang Kehilangan Tamu, Badai PHK di Depan Mata
ILUSTRASI - Resort di Bali [Suara.com/Eviera Paramita Sandi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Selama ini Bali selalu menjadi pusat industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).

Namun belakangan ini sektor bisnis ini sedang terpuruk akibat efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.

Industri ini pun menghadapi tantangan besar yang tak kalah mengerikan ketimbang saat pandemi Covid-19.

Gara-gara efisiensi pemerintah yang memangkas anggaran perjalanan dinas dan penyelenggaraan kegiatan di hotel berbintang, sektor ini pun melemah.

Saat ini menurut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, bisnis MICE di Bali turun hingga 15% akibat pemangkasan anggaran pemerintah.

Dampaknya tentu saja tingkat okupansi hotel berbintang merosot dan karyawan atau pekerja pariwisatanya terancam.

"Wisatawan yang datang ke Bali masih stabil, sekitar 16-17 ribu per hari. Namun, mayoritas mereka berasal dari segmen menengah ke bawah yang lebih memilih menginap di villa, guest house, atau apartemen. Akibatnya, hotel berbintang kehilangan banyak pelanggan dari sektor MICE," ujar Rai, Kamis (27/3/2025).

Sebenarnya fenomena ini tak hanya terjadi di Bali namun juga di beberapa kota di Indonesia.

"Banyak anggota PHRI di daerah lain juga mengeluhkan hal yang sama. Penghapusan anggaran MICE membuat hotel-hotel yang mengandalkan sektor ini mengalami tekanan berat," imbuhnya.

Baca Juga: Bali United Tanpa 8 Pemain Kunci, Bakal Sulit Tembus Papan Atas BRI Liga 1?

Berdasarkan survey yang dilakukan PHRI bersama Horwarth HTL terhadap 717 hotel di 30 provinsi menunjukkan bahwa lebih dari 50% hotel berbintang terdampak oleh kebijakan ini.

Sebanyak 42% hotel melaporkan ruang pertemuan mereka tidak terpakai, sementara 18% mengalami penurunan permintaan saat hari kerja.

Sedangkan lebih dari 50% responden juga melaporkan pendapatan mereka turun lebih dari 10% pada November 2024 dibandingkan tahun sebelumnya

Kondisi ini malah semakin memburuk di awal tahun 2025, di mana lebih dari 30% hotel mengalami penurunan pendapatan lebih dari 40% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dampaknya adalah kepada tenaga kerja di perhotelan.

Saat ini sebanyak 88% pengusaha hotel memprediksi akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan mereka.

Menurut Rai, skenario ini sangat mungkin terjadi di Bali.

Ia berujar bahwa PHK pasti akan terjadi karena tak ada meeting dan acara di hotel tersebut.

"Banyak hotel kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Banyak kementerian dan lembaga pemerintah yang membatalkan acara akibat anggaran yang dipotong, sehingga sektor MICE terpuruk," katanya.

Kendati demikian soal PHK ini masih dalam tahap perencanaan dan belum dilakukan sepenuhnya.

"Saat ini kami masih bertahan, tapi jika kondisi terus memburuk, kami terpaksa melakukan efisiensi tenaga kerja, terutama di sektor MICE," tambahnya.

Meskipun memberikan dampak yang besar, namun situasinya tidak akan separah pandemi Covid-19.

"Saat pandemi, sektor pariwisata benar-benar lumpuh karena penerbangan dihentikan dan aktivitas ekonomi terhenti. Sekarang, penerbangan masih berjalan, dan wisatawan masih datang, meskipun dengan preferensi akomodasi yang berbeda," jelasnya.

Pemerintah diharapkan bisa mengkaji kembali terkait kebijakan efisiensi anggaran ini karena menurut Rai, industri perhotelan telah berupaya mengatasi situasi ini dengan berbagai strategi promosi dan kerja sama dengan wholesaler serta travel agent.

Akan tetapi tanpa dukungan yang lebih fleksibel, sektor ini akan terus mengalami tekanan.

"Pemerintah bisa mengurangi jumlah meeting dari tiga hingga empat kali menjadi satu atau dua kali dalam setahun, tetapi jangan dihilangkan sama sekali. Sektor MICE ini bukan hanya menyangkut hotel, tetapi juga UMKM yang bergantung pada event-event di hotel," pungkasnya.

Uuntuk itu pemerintah diharapkan mengkaji kembali.

Saat ini hotel dan sektor terkait telah berupaya mengatasi kondisi ini dengan melakukan berbagai promosi dan kerja sama.

Akan tetapi bila tak ada perubahan kebijakan, maka sektor ini akan tetap terpukul.

“Jangan sampai dihilangkan sama sekali. Karena penurunan bisnis MICE ini juga berdampak ke UMKM yang selama ini bergantung pada event-event di hotel," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI