Suara.com - Kementerian Pertahanan (Kemhan) menanggapi soal pertahanan siber yang menjadi tugas baru TNI dan kekinian dikhawatirkan publik karena bisa mengancam kekebasan dalam berpendapat.
Karo Infohan Setjen Kemhan Brigjen TNI Frega Wenas menegaskan jika hal itu tidak benar. Pasalnya, pertahanan siber yang dilakukan TNI tidak untuk memata-matai masyarakat sipil.
Kementerian Pertahanan memastikan tugas TNI jauh lebih luas dari itu karena sesuai amanah konstitusi fokusnya adalah pada penegakan kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Siber telah menjadi sebuah domain penting dalam operasi militer. Di lingkungan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, siber menjadi sebuah korps tersendiri sejak tahun 2014.
Bahkan, doktrin multidomain operations dan multidomain battle yang berkembang sejak tahun 2017 telah mengintegrasikan siber bersama ruang angkasa dengan darat, maritim, dan udara, serta diadopsi oleh banyak negara termasuk negara-negara NATO.
![Ilustrasi keamanan siber. [Pixabay]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/07/30/13569-ilustrasi-keamanan-siber.jpg)
Salah satu negara di kawasan, seperti Singapura, pun telah membentuk Angkatan Siber yang dinamai Digital and Intelligence Service.
Perkembangan dan dinamika ancaman tersebutlah yang menjadikan urgensi bagi TNI untuk berperan menanggulangi ancaman siber karena bersinggungan dengan kedaulatan negara.
Sebabnya hal ini, lanjut Frega, menjadi sebuah urgensi untuk mencantumkan pertahanan siber sebagai bagian dari salah satu cara melaksanakan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Frega juga mengatakan, pelibatan TNI dalam pertahanan siber adalah untuk menghadapi ancaman yang terkait dengan penegakan kedaulatan negara maupun keselamatan bangsa.
Baca Juga: Viral! Kepergok Menyusup Massa Pendemo Tolak UU TNI di DPR, Pria Diduga Intel Keluarkan Pistol
“Masyarakat tidak perlu khawatir dengan disahkannya revisi UU Nomor 34/2004 tentang TNI yang mencantumkan tugas pertahanan siber sebagai tugas dalam OMSP, karena merupakan penguatan profesionalisme TNI sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik selaras dengan kepentingan dan keamanan nasional,” katanya.
Frega mengatakan, bila ada yang menyuarakan narasi bahwa operasi militer di ruang siber akan memberangus demokrasi karena membatasi kebebasan berpendapat adalah tidak benar.
Sebagai negara demokrasi tentunya kebebasan berpendapat, termasuk menyampaikan kritik menjadi sebuah hal yang wajar.
Ancaman siber yang dihadapi oleh TNI nantinya bisa berupa serangan-serangan terhadap sistem pertahanan dan komando militer, seperti peretasan, sabotase digital, atau pencurian data strategis.
Selain itu juga ancaman terhadap infrastruktur kritis nasional, seperti serangan terhadap jaringan listrik, telekomunikasi, transportasi dan beberapa lainnya yang dapat berdampak pada stabilitas negara.

Bahkan pertahanan siber nantinya juga akan menghadapi operasi informasi dan disinformasi dari pihak-pihak tertentu yang mengancam kedaulatan negara, termasuk yang memiliki motif untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah, hingga yang berpotensi memecah belah bangsa.
Selain itu, ancaman serangan siber dari aktor negara atau non-negara yang dapat berdampak pada keamanan nasional, baik dalam bentuk spionase maupun cyber warfare.
Ke depan, dalam melaksanakan operasionalnya TNI akan bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga lain yang memiliki tugas yang beririsan dengan siber seperti Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), Kemen Kominfodigi, dan Polri.
“Karena peran TNI dalam domain siber bersifat defensif dan strategis untuk mendukung pertahanan negara sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih kewenangan,” jelasnya.
Dengan penguatan pertahanan siber, TNI tidak akan mengambil alih tugas lembaga lain, tetapi akan beroperasi dalam lingkup pertahanan negara dan pada konteks keamanan nasional yang beririsan dengan kedaulatan negara.
Komdigi, lanjut Frega, tetap bertanggung jawab atas regulasi dan pengelolaan infrastruktur digital nasional, sementara BSSN berfokus pada pengamanan siber secara nasional, dan Polri menangani aspek penegakan hukum.
“Koordinasi lintas lembaga akan diperkuat agar tugas masing-masing tetap berjalan optimal tanpa tumpang tindih,” jelasnya.
Semua tindakan yang dilakukan TNI nantinya akan tetap berada dalam kerangka hukum dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap operasi pertahanan siber yang dilakukan akan dikoordinasikan dengan instansi terkait agar tetap transparan dan tidak melanggar hak masyarakat dalam mengakses informasi.
“Pada prinsipnya pelibatan TNI dalam ranah pertahanan siber adalah sejalan dengan amanah konstitusi untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa Indonesia,” pungkasnya.