Suara.com - Wasekjen DPN Peradi, Johannes L Tobing, mendukung langkah Forum Peduli Advokat Indonesia yang menyuarakan penolakan intimidasi terhadap pengacara Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah.
Hal itu disampaikannya saat hadir dalam konferensi pers terkait dugaan intimidasi yang diterima Febri setelah menjadi pengacara Hasto oleh KPK di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2025).
"Apa yang disampaikan senior-senior, sungguh saya tersanjung bahwa ini kepedulian kita sesama advokat, ketika ada rekan kita yang diberlakukan semena-mena oleh KPK. Maka, saya sebagai pengurus Wasekjen DPN Peradi, tentu mendukung pergerakan ini," kata Johannes.
Menurutnya, ke depan Forum Peduli Advokat Indonesia perlu bersatu untuk melawan tindakan semena-mena dalam penegakan hukum.
Terlebih lagi, kata Johannes, dalam perkara Hasto banyak ditemukan unsur kesewenang-wenangan KPK dalam membawa perkara ke pengadilan.
Johannes yang juga menjadi pengacara Hasto menganggap KPK masih tidak punya dua bukti kuat untuk meneruskan perkara ke persidangan.

"Jujur kami sepakat mendukung penegakan hukum, kita mendukung KPK, kita mendukung kehormatan KPK, tetapi kalau lembaga yang kita hormati ini isinya preman semua, isinya penyidik yang tidak bertanggung jawab, ini merusak," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Bendahara Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) Pramono Istanto menjadi satu tokoh yang ikut menyatakan sikap menolak praktik intimidasi KPK terhadap Febri.
Pramono mengatakan kehadirannya menolak bentuk intimidasi sebagai wujud keprihatinan penegakan hukum yang mengintimidasi advokat.
Baca Juga: KPK Ungkap Lokasi yang Digeledah dalam Kasus OKU, Ada Rumah Dinas Bupati Hingga Kantor DPRD
"Kehadiran kami di sini merupakan bentuk keprihatinan terhadap bentuk kriminalisasi yang dilakukan KPK kepada rekan sejawat kami dalam melakukan profesinya yang dilindungi UU," kata dia dalam konferensi pers, Rabu.
Ia pun berharap ke depan para advokat bisa bersatu untuk melindungi profesi advokat agar tidak mudah dikriminalisasi aparat penegak hukum. Termasuk untuk meminta agar DPR memberi perhatian.
Apalagi, kata Pramono, DPR saat ini sedang menggodok Revisi KUHAP. Momen itu bisa dipakai untuk melindungi advokat dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.
"Selanjutnya gol besar adalah rancangan UU itu, apa yang menjadi hak imunitas kita sebagai advokat diatur secara jelas," katanya.
Sebelumnya Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia, Maqdir Ismail mengkritisi langkah hukum yang diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Febri Diansyah.
![Pengamat dan Praktisi Hukum Maqdir Ismail. [Suara.com/Bagaskara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/15/36322-maqdir-ismail.jpg)
Ia menilai, tuduhan yang diarahkan kepada Febri dan timnya terkait penerimaan honorarium dari uang TPPU yang dilakukan kliennya, eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sangat tidak berdasar dan justru malah mencederai profesi advokat.
"Kegiatan yang dilakukan oleh Saudara Febri Diansyah selama ini adalah menjalankan fungsi dan kewajibannya sebagai advokat. Namun, framing yang muncul di media seolah-olah Febri dan kawan-kawan menerima honorarium yang berasal dari kejahatan. Padahal, advokat tidak memiliki kewajiban untuk menanyakan asal-usul uang yang dibayarkan sebagai fee," ujar Maqdir dalam jumpa pers bersama Forum Peduli Advokat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).
Ia menegaskan, kalau pun memang ada dugaan pencucian uang, KPK harus terlebih dahulu membuktikan bahwa dana yang diterima Febri berasal dari tindak pidana.
"Kalau tidak bisa dibuktikan, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai pencucian uang," tegasnya.
Selain itu, ia menyinggung praktik di sejumlah negara di dunia, di mana ada aturan yang melarang advokat menerima uang jika terbukti berasal dari kejahatan. Namun ia menegaskan bahwa tak semua negara menerapkan aturan serupa.
"Di Kanada, misalnya, hal ini tidak dilarang selama advokat tidak mengetahui secara pasti bahwa uang itu berasal dari kejahatan," katanya.
Lebih lanjut, Maqdir menilai, jika langkah KPK dalam kasus ini memiliki motif tertentu, terutama mengingat Febri Diansyah terlibat sebagai tim hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.