Suara.com - Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia, Maqdir Ismail mengkritisi langkah hukum yang diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Febri Diansyah.
Ia menilai, tuduhan yang diarahkan kepada Febri dan timnya terkait penerimaan honorarium dari uang TPPU yang dilakukan kliennya, eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sangat tidak berdasar dan justru malah mencederai profesi advokat.
"Kegiatan yang dilakukan oleh Saudara Febri Diansyah selama ini adalah menjalankan fungsi dan kewajibannya sebagai advokat. Namun, framing yang muncul di media seolah-olah Febri dan kawan-kawan menerima honorarium yang berasal dari kejahatan. Padahal, advokat tidak memiliki kewajiban untuk menanyakan asal-usul uang yang dibayarkan sebagai fee," ujar Maqdir dalam jumpa pers bersama Forum Peduli Advokat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).
Ia menegaskan, kalau pun memang ada dugaan pencucian uang, KPK harus terlebih dahulu membuktikan bahwa dana yang diterima Febri berasal dari tindak pidana.
"Kalau tidak bisa dibuktikan, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai pencucian uang," tegasnya.
Selain itu, ia menyinggung praktik di sejumlah negara di dunia, di mana ada aturan yang melarang advokat menerima uang jika terbukti berasal dari kejahatan. Namun ia menegaskan bahwa tak semua negara menerapkan aturan serupa.
"Di Kanada, misalnya, hal ini tidak dilarang selama advokat tidak mengetahui secara pasti bahwa uang itu berasal dari kejahatan," katanya.
Lebih lanjut, Maqdir menilai, jika langkah KPK dalam kasus ini memiliki motif tertentu, terutama mengingat Febri Diansyah terlibat sebagai tim hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Apalagi, kata dia, Febri dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah.
Baca Juga: Sejumlah Organisasi Advokat Bela Febri Diansyah, Desak KPK Setop Intimidasi
"Kesan yang muncul adalah perkara ini digali kembali setelah Febri ikut membantu kami. Ini bukan hanya merusak hak-hak dan martabat Saudara Febri, tetapi juga martabat kami sebagai advokat," ujarnya.
Selain itu, ia menyesalkan cara KPK menangani perkara ini tanpa lebih dulu melakukan pemeriksaan mendalam sebelum mengumumkannya ke publik.
"Kami khawatir ada kesengajaan untuk merusak harkat dan martabat dari teman-teman, termasuk Saudara Hasto Kristiyanto dan tim kuasa hukum lainnya," tuturnya.
Atas dasar itu, ia pun mendesak KPK untuk lebih transparan dan bertindak berdasarkan bukti yang kuat.
"Sebaiknya KPK menunjukkan bukti awal bahwa ada penerimaan uang yang berasal dari kejahatan klien Febri, bukan dengan cara seperti ini," pungkasnya.
Konferensi pers dilakukan oleh Forum Peduli Advokat ini dihadiri oleh DPN Peradi, Kongres Advokat Indonesia, Ikatan Advokat Indonesia, Peradi Pergerakan, Kongres Advokat Indonesia ‘Sarinah’, Federasi Advokat Republik Indonesia, Asosiasi Advokat Indonesia, dan Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia.
Mereka menyatakan sikap tegas menolak dugaan intimidasi dan kriminalisasi terhadap advokat, khususnya yang dialami Febri Diansyah yang kini menjadi Tim Kuasa Hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto oleh penyidik KPK.
Bantah Terima Honor Hasil Korupsi
![Advokat Febri Diansyah. [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/21/42337-advokat-febri-diansyah.jpg)
Sebelumnya, pengacara Febri Diansyah membantah adanya dugaan honor dari mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang diberikan kepada pihaknya saat menangani kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian tahun 2020–2023 merupakan uang hasil korupsi.
Febri mengatakan dalam persidangan kasus korupsi di lingkungan Kementan, SYL telah menegaskan bahwa honor tersebut berasal dari kantong pribadi dan keluarga.
"Ini sudah clear di proses persidangan, klien saya yang lain (mantan Sekretaris Jenderal Kementan) Kasdi Subagyono serta mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta) juga mengatakan hal yang sama," ujar Febri saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat pekan lalu.
Ia menjelaskan pihaknya memberikan pendampingan kepada SYL, Kasdi, dan Hatta pada tahap penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi Kementan.
Pada tahap penyelidikan, honor yang diberikan kepada pihaknya merupakan iuran ketiga terpidana yang berasal dari dana pribadi.
Sementara pada tahap penyidikan, dia mengungkapkan honor yang diberikan berasal dari pihak keluarga SYL saat SYL tidak lagi menjabat sebagai menteri pertanian.
"Jadi, bukan dari dana Kementan, bahkan mantan Sekjen Kementan, yang pada saat itu menjadi terdakwa, sudah mengungkapkan bahwa sejak awal saya menolak untuk diberikan honor yang berasal dari dana APBN atau Kementan karena itu kasus pribadi," tuturnya.
Kendati demikian, Febri menghargai proses penggeledahan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Visi Law Office, yang merupakan kantornya dahulu.
"Namun, memang sejak Desember 2024 kemarin, saya sudah tidak bekerja di Visi Law Office," tambahnya.
Sebelumnya, KPK membuka peluang untuk memeriksa pengacara Donal Fariz atau mantan pegawai KPK sekaligus pengacara Febri Diansyah terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan pernyataan tersebut usai kantor firma hukum Visi Law Office yang merupakan tempat kerja Donal dan Febri digeledah KPK pada Rabu (19/3).
"Bagaimana Visi Law Office ini kemudian di-hire (direkrut) oleh SYL untuk jadi kuasa hukumnya," ujar Asep menjelaskan kemungkinan bahasan pemeriksaan Donal atau Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa saat ini KPK mempertimbangkan untuk hanya memeriksa salah satu dari kedua orang tersebut.
Walaupun demikian, Asep mengatakan bahwa KPK akan menanyakan lebih lanjut kepada penyidik mengenai kemungkinan keduanya diperiksa.