Suara.com - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan pada Selasa (25/3) bahwa Amerika Serikat telah menyampaikan versi baru perjanjian mineral kepada Kiev.
Pada hari Minggu, delegasi dari Ukraina dan AS mengadakan konsultasi di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, yang diakui oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, sebagai sebuah pertemuan yang “produktif.”
Kedua belah pihak melanjutkan dengan putaran pembicaraan kedua pada hari ini, setelah pertemuan terpisah antara delegasi AS dan Rusia yang berlangsung pada hari Senin.
Zelenskyy, saat berbicara kepada wartawan di Kiev, menyatakan bahwa timnya telah memberitahunya tentang perjanjian baru yang diusulkan oleh AS, yang ia sebut sebagai kesepakatan yang “besar dan komprehensif” dari perspektif Amerika.

Walaupun Zelenskyy mengaku belum mengetahui detail bagaimana AS memandang bentuk perjanjian mineral tersebut, ia menegaskan bahwa dokumen itu akan dirundingkan lebih lanjut antara kedua pihak.
Ia juga menyebutkan bahwa perjanjian itu nantinya akan dibawa ke Verkhovna Rada, parlemen Ukraina, untuk dilakukan pemungutan suara setelah kedua delegasi menyelesaikan diskusi mereka.
Zelenskyy menekankan bahwa perjanjian ini tidak mencakup isu terkait pembangkit listrik tenaga nuklir di negaranya.
Sementara itu, pada hari Rabu, Presiden AS Donald Trump dan Zelenskyy membahas situasi pasokan energi Ukraina serta kondisi pembangkit listrik tenaga nuklir negara tersebut dalam sebuah percakapan telepon.
Menurut pernyataan dari Gedung Putih, Trump menyatakan kepada Zelenskyy bahwa AS dapat memberikan bantuan dalam pengelolaan pembangkit listrik tersebut dan bahwa kepemilikan oleh AS akan menjadi “perlindungan terbaik.”
Baca Juga: Denmark Murka: AS Beri Tekanan Tak Termaafkan pada Greenland!
Namun, dalam konferensi pers setelahnya, Zelenskyy menegaskan bahwa isu kepemilikan pembangkit listrik tidak dibahas dalam percakapan tersebut. Ia hanya mengonfirmasi bahwa diskusi dengan Trump mencakup pemulihan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia dan kesiapan Ukraina untuk membahas modernisasi fasilitas tersebut.
Zelensky buka peluang negara lain awasi kesepakatan Ukraina
Amerika Serikat dan Ukraina telah sepakat bahwa negara lain dapat berpartisipasi dalam pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan terkait Ukraina, menurut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Selasa (25/3).
Sebelumnya pada hari yang sama, negosiasi anyar antara AS dan Ukraina berlangsung di Riyadh.
Setelah pertemuan tersebut, Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, mengungkapkan bahwa kedua pihak telah setuju untuk melarang serangan terhadap infrastruktur energi Rusia dan Ukraina.

Ia juga memastikan adanya kesepakatan untuk menjamin keamanan navigasi di Laut Hitam. Gedung Putih menyatakan bahwa dalam pertemuan di Riyadh, kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan penggunaan kekuatan terhadap kapal-kapal komersial di Laut Hitam.
"Poin ketiga dalam kesepakatan antara Ukraina dan AS adalah pengawasan dan pemantauan. Kami telah sepakat dengan pihak Amerika bahwa memungkinkan untuk melibatkan negara ketiga selain AS. Ini bukan hal yang buruk; misalnya, kami dapat mengundang pihak dari Eropa atau Turki untuk memantau situasi di laut," jelas Zelenskyy dalam konferensi pers setelah perundingan di Riyadh.
"Dari Timur Tengah juga bisa melibatkan pengawasan sektor energi. Ini adalah masalah teknis, namun poin ketiga dalam kesepakatan ini menegaskan bahwa pengawasan dan pemantauan sangat krusial dan bisa melibatkan pihak lain," tambah Zelenskyy.
Meskipun demikian, Presiden Ukraina percaya bahwa keahlian dari AS dan Eropa sudah memadai untuk melakukan pemantauan.
"Ada beberapa tantangan teknis. Proses ini tidak dapat diselesaikan dengan segera, tetapi secara teknis, AS memiliki kemampuan tinggi untuk memantau berbagai aspek, baik di laut maupun di udara," tambahnya.
Pada 25 Maret, Kremlin mengeluarkan pernyataan terkait hasil pertemuan antara delegasi Rusia dan AS di Riyadh.
Dalam pernyataan tersebut, dijelaskan bahwa berdasarkan kesepakatan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump, kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan inisiatif Laut Hitam.