Suara.com - Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menjelaskan bahwa ada efek langsung dari revisi UU TNI terhadap anjloknya ekonomi Indonesia. Menurutnya revisi UU tersebut berpotensi membebani fiskal negara.
Tindakan pemerintah Indonesia yang sibuk merevisi kebijakan itu terlihat sangat kontras dengan upaya negara-negara tetangga yang fokus pada mitigasi dampak eksternal dari politik global.
"Negara lain itu sibuk untuk melakukan mitigasi dampak dari external (Presiden AS) Trump. Misalnya ada efisiensi yang dilakukan Vietnam sehingga investasi bisa cepat masuk ke Vietnam," ujar Bhima dalam diskusi bersama Dirtyvote beberapa waktu lalu.
"Di Indonesia efisiensinya nggak ada korelasi dengan perbaikan perizinan usaha karena kabinetnya tetap gemuk, nomenklaturnya tetap banyak," Bhima menambahkan.
Dia menjelaskan bahwa revisi undang-undang TNI itu sangat berkaitan dengan ekonomi.
Salah satu poin krusialnya ialah terkait penambahan usia pensiun bagi prajurit. Bhima menilai kebijakan ini akan memperberat beban APBN yang sudah meningkat signifikan dalam satu dekade terakhir.
"Jadi bayangkan bahwa dalam 10 tahun terakhir beban belanja pegawai pemerintah itu sudah meningkat 85 persen. Dan situasinya sekarang ini ada penerimaan negara yang sedang anjlok, dari komoditas turun, dari penerimaan pajaknya turun," ucapnya.
Bhima juga menyinggung soal kontribusi industri terhadap total penerimaan pajak yang ikut turun dari 30 persen menjadi hanya 25-26 persen saat ini. Sementara di sisi lain, beban belanja pegawai yang terus meningkat, tambah lagi dengan adanya revisi untuk penambahan usia pensiun TNI.
"Itu banyak yang melihat ini gimana nih APBN kita ke depan, gimana fiskal kita ke depan, berapa banyak utang yang dibutuhkan," kata Bhima.
Baca Juga: Ketua DPR Puan Maharani Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Teror di Kantor Tempo
Peningkatan utang untuk menutupi defisit APBN, lanjut Bhima, akan berdampak pada likuiditas di masyarakat dan perbankan. Ketika bank lebih memilih memarkir dananya dalam surat utang pemerintah karena bunga yang menarik, penyaluran kredit kepada pelaku usaha menjadi tersendat.