121 Aduan THR Masuk! DKI Jakarta Ancam Cabut Izin Usaha Perusahaan Nakal

Selasa, 25 Maret 2025 | 20:02 WIB
121 Aduan THR Masuk! DKI Jakarta Ancam Cabut Izin Usaha Perusahaan Nakal
Kepala Disnaker DKI Jakarta Hari Nugroho memberi keterangan kepda media di Jakarta, Selasa (25/3/2025). ANTARA/Khaerul Izan
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meminta perusahaan yang masih belum memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawannya segera untuk memenuhi kewajiban itu. Sebab, ada sanksi berat yang menanti jika THR Tak dibayarkan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (TKTE) DKI, Hari Nugroho mengaku pada bulan 2025 ini, pihaknya telah menerima 121 aduan terkait THR dari karyawan atau pengusaha. Selanjutnya, petugas akan melakukan tindak lanjut dengan mengonfirmasi persoalan tiap perusahaan.

Jika benar THR tak kunjung dibayarkan, maka Dinas TKTE akan memberikan sanksi peringatan sampai dua kali.

"Sanksinya jelas. Pertama kita ada peringatan 1-2. Kita periksa ini," ujar Hari di Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

Kemudian, Hari mengingatkan adanya sanksi pencopotan izin usaha melalui Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (PMTSP) bagi perusahaan yang tak membayar THR.

"Kalau memang dia nggak ini ya kita cabut izin usahanya. Melalui PTSP tadi itu. Kan kita udah online. Oh mereka melakukan pelanggaran. Ya kita laporkan, cabut NIP-nya," ungkapnya.

Meski demikian, selama proses penyelesaian aduan itu nantinya Dinas TKTE akan melakukan mediasi antara manajemen dengan karyawan jika pembayaran THR tak bisa langsung dilaksanakan. Nantinya, mereka bisa saja membuat kesepakatan yang menyesuaikan kondisi.

Misalnya, kesepakatan untuk membayar sebagian, mencicil, dan menunda pembayaran dalam waktu tertentu karena kondisi perusahaan pailit.

Karena itu, sejauh ini belum pernah ada kasus perusahaan dicabut izinnya karena tidak membayar THR karyawannya.

Baca Juga: Wamenaker Sebut THR Ojol Rp50 Ribu Hanya Untuk Pekerja Sampingan

"Dua tahun ini belum ada. Karena memang itu tadi. Selesai dengan 4 kriteria tadi. Ada yang dibayar separuh karena kesepakatan antara pekerja dan pengusaha," ungkapnya.

"Ada yang dibayar karena memang kondisi pailit. Yang satunya tadi istilahnya dibayar setengahnya karena memang perusahaannya mampunya sekarang," tambahnya.

Terima 121 Aduan Soal THR

Ilustrasi THR dan Gaji ke-13 untuk pensiunan. [Antara]
Ilustrasi THR dan Gaji ke-13 untuk pensiunan. [Antara]

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi (DTKTE) DKI Jakarta menyebut perusahaan-perusahaan yang ada di DKI Jakarta sudah mematuhi kewajiban membayar Tunjangan Hari Raya (THR) karyawannya yang terlihat dari turunnya aduan di posko.

"Dari tahun ke tahun perusahaan sudah paham dengan kewajiban membayarkan THR," kata Kepala Disnaker DKI Jakarta Hari Nugroho di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, dari laporan sengketa terkait THR juga terus menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Seperti pada 2023 pengaduan terkait THR yang tidak dibayarkan perusahaan mencapai 776 pengaduan.

Kemudian lanjut Hari, di tahun berikutnya pengaduan ke pos mengalami penurunan menjadi 292 pengaduan. Sedangkan pada 2025 ini hingga Selasa (25/3) pengaduan yang masuk berjumlah 121 aduan.

"Data tersebut menunjukkan bahwa kesadaran perusahaan terkait pembayaran THR sudah semakin baik," kata dia.

Hari menambahkan  setiap aduan yang masuk ke posko, pasti ditindaklanjuti oleh petugas dan biasanya dapat diselesaikan dengan baik.

Ia menyatakan dari beberapa pengalaman aduan THR semua selesai baik itu dibayarkan seluruhnya, setengah, maupun dengan sistem cicip oleh perusahaan.

"Memang ada yang tidak membayar, tapi dikarenakan perusahaan sudah gulung tikar. Sehingga kedua belah pihak berdamai," katanya.

Hari mengatakan bahwa saat ini dari 121 aduan yang sudah masuk ke posko, sedang dalam tahap pemeriksaan, untuk kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan kedua belah pihak.

"Kami prediksi bahwa pengaduan terkait THR tidak akan lebih dari 200 aduan," katanya.

KPK Ingatkan ASN Minta THR Masuk Pungli

Ilustrasi KPK - Daftar Kasus Hakim MA Tersangka KPK (KPK)
Ilustrasi KPK - Daftar Kasus Hakim MA Tersangka KPK (KPK)

Sementara itu, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana menyebut permintaan uang berkedok tunjangan hari raya (THR) oleh aparatur sipil negara (ASN) atau aparat penegak hukum (APH) sebagai pungutan liar (pungli).

"Aparat pemerintah baik ASN maupun APH sudah menerima THR sesuai ketentuan yang berlaku sebagai pegawai pemerintah, sehingga tidak boleh lagi meminta THR kepada masyarakat atau perusahaan. Kalau ada, itu bukan THR tapi bisa disebut sebagai pungutan liar (pungli)," kata Wawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Wawan mengatakan kalau tindakan semacam itu dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan orang orang tersebut akan melakukan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan, karena biasanya permintaan tersebut diiming-imingi dengan kenyamanan dan keamanan berusaha di lingkungan setempat.

Pungli atau pemerasan menjelang lebaran ini terjadi karena tidak adanya nilai-nilai antikorupsi yakni nilai sederhana dan kerja keras pada oknum aparat tersebut, yang muncul justru nilai sebaliknya yakni sifat serakah ingin mendapatkan sesuatu (uang) yang lebih tapi dengan cara yang mudah dan tidak sesuai aturan.

THR atau tunjangan hari raya, adalah pemberian oleh perusahaan kepada pegawainya di luar gaji atau upah yang sudah di berikan setiap bulannya, sehingga tidak ada kewajiban perusahaan atau pengusaha memberikan THR kepada selain pegawainya.

"Kalaupun ada, hal itu sebatas pemberian saja di luar THR, apakah sebagai bentuk sedekah, atau pemberian bantuan lainnya," ujarnya.

Dia mengimbau kepada masyarakat yang melihat atau mendapatkan perlakuan seperti itu, segera melaporkan kepada inspektorat pemerintah setempat atau aparat penegak hukum terdekat.

Laporan juga bisa dilayangkan ke KPK melalui kanal pengaduan jika oknum tersebut adalah orang yang menjadi kewenangan KPK sebagaimana tercantum pada pasal 11 UU No 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI