Suara.com - Komisi III DPR RI mengaku terbuka mengundang para pimpinan redaksi (Pimred) media massa untuk didengarkan masukannya terkait Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Terlebih soal pandangan terkait pasal Pasal 253 ayat 3 yang mengatur larangan siaran langsung atau live proses persidangan di pengadilan.
"Kami juga akan mengundang seluruh pimpinan redaksi media massa dalam forum khusus supaya teman-teman juga berkontribusi aktif, bukan hanya memberitakan ya, tapi menyampaikan masukan, tadi misalnya soal peliputan di persidangan seperti apa, masukan kawan-kawan," kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Menurutnya, pihaknya siap menggelar rapat dengar pendapat umum dengan pimpinan redaksi media massa pada masa sidang yang akan datang. Ia mengaku pihaknya ingin ada usulan dan pandangan dari media massa terkait masalah peliputan persidangan.
"Seperti apa pengaturannya, teman-teman, nanti kami juga akan berkoordinasi dengan pemred teman-teman, yang pengaturannya yang paling elegan seperti apa, soal pemberitaan tersebut," ujarnya.
Menurut Habiburokhman adanya pasal tersebut dibuat agar saksi dalam persidangan bisa memberikan kesaksian yang asli. Sehingga saksi yang belum memberikan kesaksian tidak terpengaruh dengan pernyataan saksi yang sedang disampaikan dalam persidangan dengan melihat tayangan langsung.
"Dalam pemeriksaan saksi, itu kan saksi diperiksa satu-satu, jadi jangan sampai satu saksi mempengaruhi saksi yang lain, kebanyakan kita tahu ini genuine atau enggak, nah seperti apa pengaturannya, jangan sampai saksi yang belum diperiksa, mendengar di luar, dia nyontek, lalu dicocok-cocokin ke saksiannya, nah itu gak bisa dapet, hakim gak bisa dapet pengakuan yang genuine," katanya.
"Tapi kita sangat-sangat menghargai hak publik mendapatkan informasi, dan hak wartawan untuk menyebar luaskan informasi," sambungnya.
Sebelumnya, Komisi III DPR mulai membahas terkait Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Draf RKUHAP juga sudah bisa diakses, namun ada yang menarik yakni mengenai adanya aturan pelarangan liputan sidang secara langsung tanpa izin pengadilan.
Baca Juga: Draf Revisi KUHAP: Aturan Larangan Peliputan Sidang Secara Live Jadi Sorotan
Hal tersebut tertuang dalam daraf RKUHAP di Pasal 253 Ayat 3.
Dilihat Suara.com dalam draf, bunyi pasal itu yakni setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang ikut menyoroti hal tersebut ketika Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) menerima masukan terkait revisi KUHAP di Komisi III DPR. Menurutnya, perlu penegasan dalam ayat tersebut.
"Jadi harus tegas, setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan, apa itu? Liputan langsung ini kah artinya toh? Ini kan artinya sebenarnya?" kata Juniver di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Larangan Live Persidangan Jadi Sorotan

Diketahui, Komisi III DPR mulai membahas terkait Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Draf RKUHAP juga sudah bisa diakses, namun ada yang menarik yakni mengenai adanya aturan pelarangan liputan sidang secara langsung tanpa izin pengadilan.
Hal tersebut tertuang dalam daraf RKUHAP di Pasal 253 Ayat 3.
Dilihat Suara.com dalam draf, bunyi pasal itu yakni setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang ikut menyoroti hal tersebut ketika Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) menerima masukan terkait revisi KUHAP di Komisi III DPR. Menurutnya, perlu penegasan dalam ayat tersebut.
"Jadi harus tegas, setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan, apa itu? Liputan langsung ini kah artinya toh? Ini kan artinya sebenarnya?" kata Juniver di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Menurutnya, adanya hal itu perlu disorot karena terdapat konsekuensi. Misalnya, kata dia, dalam persidangan pidana dan liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar.
"(Saksi) bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu. Jadi harus clear," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, memang perlu pelarangan tegas meliput sidang secara langsung tanpa izin. Kendati begitu, ia mempersilahkan liputan siaran langsung boleh dilakukan apabila diatur mendapat izin dari pengadilan atau hakim.
"Mohon izin dilarang mempublikasikan, atau liputan langsung, tanpa seizin. Bisa saja diizinkan oleh hakim, silakan aja, tentu ada pertimbangannya, ini yang kami sampaikan di pasal 253 ayat 3," pungkasnya.