Tekankan Masyarakat Sipil Berjasa Dalam Membangun Negara, Ulama NU: Tapi Sering Dimusuhi Pemerintah

Senin, 24 Maret 2025 | 16:09 WIB
Tekankan Masyarakat Sipil Berjasa Dalam Membangun Negara, Ulama NU: Tapi Sering Dimusuhi Pemerintah
Logo Nadhlatul Ulama (NU). (ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah diingatkan harusnya tidak memandang sebelah mata peran masyarakat sipil dalam membangun negara.

Ulama Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus aktivis hak asasi manusia, Siti Musdah Mulia, menyampaikan kalau masyarakat sipil di Indonesia telah berkontribusi besar dalam mendukung pembangunan, baik melalui edukasi, advokasi, maupun pemberdayaan diri.

Menurutnya, pemerintah seharusnya menyadari bahwa mereka berutang budi kepada kelompok-kelompok masyarakat sipil yang aktif membangun kesejahteraan dalam lingkungannya.

“Mereka itu berutang budi terhadap kelompok-kelompok masyarakat sipil yang ikut membangun negara ini,” kata Musdah ketika memberikan sambutan dalam perayaan 100 tahu Ahmadiyah di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menyoroti bahwa kehadiran kelompok masyarakat sipil seperti Ahmadiyah, yang telah berkontribusi sejak tahun 1925, menjadi bukti nyata bahwa peran masyarakat tidak bisa diabaikan. Pasalnya, organisasi masyarakat sipil dikenal sering lakukan kegiatan untuk menyelesaikan persoalan langsung di masyarakat.

Melalui peran tersebut, organisasi masyarakat sipil bahkan sebenarmya telah membantu kerja pemerintah.

Musdah menilai bahwa pemerintah mestinya berterima kasih kepada masyarakat sipil yang memiliki keberdayaan. Namun bukannya mendapatkan apresiasi, kelompok-kelompok ini justru kerap menghadapi tekanan.

"Di Indonesia ini heran, yang menjadi masyarakat sipil itu kadang-kadang kita musuhi, lho," ujarnya.

Kelompok-kelompok sipil, menurut Musdah, aktif dalam membangun pemberdayaan diri, edukasi, dan advokasi tanpa menunggu instruksi pemerintah. Kontribusi ini meringankan beban negara karena mereka turut serta dalam menciptakan kesejahteraan dan kemandirian di tengah masyarakat.

Dalam pandangan Musdah, negara tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa dukungan dari masyarakat sipil. Ia menekankan perlunya membangun pemahaman bersama bahwa pemerintah dan masyarakat menjadi dua entitas yang saling melengkapi.

Baca Juga: Rapat Tertutup RUU TNI Diprotes, Aktivis Mengaku Diancam Demokrasi dan HAM!

"Negara itu gak bisa berdiri sendiri, pemerintah gak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan, support yang penuh dari masyarakat, khususnya masyarakat sipil yang betul-betul bekerja dengan baik untuk memperdayakan dirinya," kata Musdah.

Ditolak Masyarakat Sipil

Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengesahkan perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang pada apat paripura di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3) siang.

Pengesahan ini dilakukan setelah melalui proses pembahasan dan pengesahan di tingkat I pada rapat kerja Komisi I DPR dan pemerintah pada Selasa (18/3).

Meskipun mendapat dukungan dari seluruh fraksi partai politik di DPR, RUU TNI menuai kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat sipil, akademisi, dan mahasiswa.

Dua Wanita Tetap Beridiri Tegak Bawa Poster Tolak RUU TNI di Tengah Masa Pendukung di Depan Gedung DPR, Kamis (20/3/2025). (Suara.com/Novian)
Dua Wanita Tetap Beridiri Tegak Bawa Poster Tolak RUU TNI di Tengah Masa Pendukung di Depan Gedung DPR, Kamis (20/3/2025). (Suara.com/Novian)

Salah satunya ditunjukkan dengan tagar #TolakRUUTNI yang menduduki tren tertinggi di media sosial sejam awal pekan ini dengan jumlah twit mencapai 300 ribu lebih.

Ketua DPR Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut dan meminta persetujuan dari seluruh fraksi.

"Sekarang saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi dan anggota, apakah Rancangan Undang-Undang TNI bisa disetujui menjadi undang-undang?" tanya Puan.

Serentak, ratusan anggota dewan yang hadir menjawab, "Setuju!".

Rapat paripurna saat itu dihadiri oleh 293 anggota DPR, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

Massa aksi penolak RUU TNI dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil mulai berdatangan ke depan gerbang Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Mereka langsung membentangkan berbagai poster penolakan.

Melalui mobil komando, orator sekaligus menyerukan agar TNI kembali ke barak. Mereka menolak revisi UU TNI karena tidak ingin para tentara menempati jabatan sipil di kementerian atau lembaga.

"Kembalikan TNI ke barak!" seru massa aksi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI