Palestina Kecam Keputusan Israel Akui 13 Permukiman Baru di Tepi Barat

Palestina kecam Israel yang melegalkan 13 permukiman baru di Tepi Barat. Langkah ini dianggap ancaman bagi solusi dua negara dan melanggar hukum internasional.
Suara.com - Kementerian Luar Negeri Palestina pada Minggu (23/3) mengecam keras keputusan Israel yang mengakui lebih dari selusin permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki.
Keputusan tersebut meningkatkan status lingkungan yang ada menjadi permukiman independen, yang dinilai Palestina sebagai bentuk pelecehan terhadap legitimasi internasional.
Dalam pernyataan resminya, Kemenlu Otoritas Palestina menyebut langkah Israel itu sebagai pengabaian terhadap legitimasi internasional dan resolusinya, merujuk pada hukum internasional yang menganggap permukiman Israel di wilayah pendudukan sebagai ilegal.
Tepi Barat, yang direbut Israel dalam perang tahun 1967, saat ini dihuni oleh sekitar tiga juta warga Palestina dan hampir 500.000 warga Israel.
Baca Juga: Misi Kemanusiaan Prabowo: Siapkah Indonesia Menampung Pengungsi Gaza?
Kehadiran permukiman ini telah lama menjadi sumber ketegangan, karena Palestina memandangnya sebagai penghalang bagi pendirian negara merdeka di masa depan.
Smotrich: Langkah Menuju Kedaulatan de Facto
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang juga merupakan pemimpin sayap kanan pro-pemukim, menjadi tokoh utama di balik keputusan tersebut.
Ia menyambut baik langkah kabinet dan menyebutnya sebagai "langkah penting" bagi perkembangan pemukiman di Tepi Barat.
![Pembongkaran bangunan warga Palestina di Tepi Barat oleh Israel [Foto: ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/24/15550-pembongkaran-bangunan-warga-palestina-di-tepi-barat-oleh-israel.jpg)
“Pengakuan masing-masing (lingkungan) sebagai komunitas yang terpisah... merupakan langkah penting yang akan membantu perkembangan mereka,” ujar Smotrich dalam pernyataannya di Telegram.
Baca Juga: Manggung di Coachella, Green Day Serukan Dukungan untuk Palestina
Ia bahkan menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari “revolusi” untuk mewujudkan kedaulatan de facto Israel di Tepi Barat, yang ia sebut dengan nama Alkitabiah, Yudea dan Samaria.