“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap rancangan undang-undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan kepada para anggota dewan.
“Setuju,” jawab para anggota DPR secara serempak.
Dengan disahkannya revisi UU TNI ini, pemerintah diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum mengenai peran TNI dalam pemerintahan serta memastikan bahwa penerapannya tetap selaras dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Dinilai Sebagai Bentuk Legitimasi Peran Militer
![Massa Mahasiswa dari berbagai universitas saat menggelar aksi menolak RUU TNI di Kawasan DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/20/78424-massa-aksi-tolak-ruu-tni.jpg)
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional Mego Widi Hakoso menilai bahwa revisi Undang-Undang TNI merupakan legitimasi perluasan peran militer yang sebenarnya selama ini sudah terjadi.
"Momen revisi UU TNI adalah sebuah gerakan politik oleh Pemerintah dan DPR untuk melegitimasi atau eksisting perluasan peran militer di badan sipil yang selama ini sudah terjadi," kata Mego Widi Hakoso sebagaimana dilansir Antara, Jumat (21/3).
Dia menjelaskan revisi UU TNI semakin berkembang karena untuk mendekati tujuan di mana telah memperlihat bahwa politisi sipil belum memiliki kemauan dan pandangan yang sama terhadap makna dari supremasi sipil.
Oleh sebab itu, menurut dia, literasi tentang politik militer perlu diperkuat di universitas-universitas, setidak-tidaknya generasi muda memahami perbandingan tipologi militer (revolusioner, profesional dan pretorian), sehingga memperkuat sipil untuk membangun argumen dan menguatkan makna dari supremasi sipil yang sejalan dengan semangat militer profesional seperti militer di negara Amerika Serikat.
Dia mengatakan politisi sipil setelah terpilih cenderung membutuhkan militer sebagai penunjang operasional di lapangan. Hal ini bisa dimaknai positif (seperti bantuan darurat bencana alam) dan negatif (seperti intelijen politik untuk pemenangan pemilu dan pengawalan sebuah bisnis).
Baca Juga: Banyak Penolakan, Sekjen Gerindra Pede Prabowo Segera Teken UU TNI yang Baru
"Tidak bisa dipungkiri, selain dari kharisma birokratik militer yang kuat, militer adalah organisasi hirarki, besar dengan perkakas lapangan yang lengkap," ujarnya.