Suara.com - Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menilai bahwa kasus yang menimpa kliennya merupakan serangan balas dendam.
Sebab, dia menilai bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya mengulang keterangan saksi dari perkara lama tanpa adanya fakta baru.
"Lebih dari 90 persen materi dakwaan adalah copy-paste dari BAP Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, dan Agustiani Tio. Tidak ada bukti transaksi suap yang melibatkan Hasto," kata Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Bahkan, Ronny menyebut saksi kunci seperti Saeful Bahri dalam berita acara pemeriksaannya (BAP) mengaku hanya mengira-ngira bahwa uang suap berasal dari Hasto.
"Ini diakui sendiri oleh saksi bahwa tidak ada bukti. Kok bisa dijadikan dasar dakwaan?” tanya Ronny.
Untuk itu, dia menilai kasus tersebut berkaitan dengan konflik internal PDIP. Pemecatan Presiden ketujuh Joko Widodo beserta putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution dianggap sebagai pemicu kriminalisasi terhadap Hasto.
"Ini serangan balik karena Hasto dianggap ‘mengkhianati’ kepentingan politik tertentu," ucap Ronny.
Selain itu, Tim Hukum Hasto juga mencatat kejanggalan dalam proses penyidikan.
Sebab, berdasarkan Laporan Pengembangan Penyidikan (LPP) yang diterbitkan 18 Desember 2024 dianggap terbit tanpa dasar hukum jelas, hanya tiga hari sebelum gelar perkara oleh pimpinan KPK baru.
Baca Juga: Pesan Hasto ke Kader PDIP: Dukung Penuh Ibu Megawati
"Ini persiapan untuk menjadikan Hasto pesakitan, bukan penegakan hukum," ujar Ronny.
Lantaran itu, Tim Penasihat Hukum Hasto mendesak majelis hakim untuk menyatakan dakwaan KPK batal demi hukum karena politis dan tidak berdasar.
Desak Hasto Dibebaskan
Kemudian meminta agar membebaskan Hasto dari tahanan serta memulihkan nama baik dan hak-hak hukumnya.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Diketahui, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam sprindik yang terpisah.
Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.
Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.