PFLP: AS Beri 'Lampu Hijau' Israel Bantai Gaza!

Aprilo Ade Wismoyo Suara.Com
Jum'at, 21 Maret 2025 | 06:16 WIB
PFLP: AS Beri 'Lampu Hijau' Israel Bantai Gaza!
Donald Trump dan Benjamin Netanyahu (X)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) mengungkapkan pada Rabu (19/3) bahwa pernyataan dari AS yang menuduh Palestina menghalangi kesepakatan gencatan senjata telah memberikan “lampu hijau” bagi Israel untuk melanjutkan serangan militernya.

Dalam pernyataan tersebut, PFLP mendesak masyarakat internasional untuk segera bertindak guna menghentikan pembantaian di Gaza. Kelompok itu menegaskan bahwa "diam sama dengan berpartisipasi dalam kejahatan."

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (BBC Indonesia)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (BBC Indonesia)

Pernyataan ini muncul setelah Israel melancarkan serangan udara di Beit Lahia, Gaza utara, yang menyebabkan belasan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, kehilangan nyawa.

“Mereka melakukan kejahatan ini dengan dukungan penuh AS dan keterlibatan negara-negara Barat,” ungkap kelompok tersebut.

PFLP menekankan bahwa rencana Israel untuk mengusir warga Palestina dari Gaza akan ditanggapi dengan “perlawanan, keteguhan, dan komitmen” terhadap hak-hak warga Palestina. “Rencana pendudukan ini hanyalah sebuah ilusi yang akan dihancurkan oleh keteguhan rakyat kami,” tambah mereka.

Pada malam Rabu, 14 warga Palestina dilaporkan tewas dan sekitar 30 lainnya terluka akibat serangan udara Israel yang menargetkan sebuah tenda perkabungan di Beit Lahia. Sejak Selasa pagi, Israel meluncurkan serangan udara yang menyasar warga sipil di seluruh Jalur Gaza.

Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa setidaknya 70 warga Palestina, termasuk anak-anak dan seorang staf PBB, tewas akibat bombardemen Israel pada hari Rabu saja. Menurut otoritas setempat, jumlah korban tewas di Gaza sejak Israel melanjutkan serangan militernya pada Selasa telah melebihi 470 orang.

Gencatan senjata sementara dan kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, yang mulai berlaku pada 19 Januari, telah berakhir pada 1 Maret.

Pemimpin Israel Benjamin Netanyahu menolak untuk melanjutkan kesepakatan tersebut ke tahap kedua, berusaha membebaskan lebih banyak tahanan Israel tanpa memenuhi komitmen untuk menghentikan perang dan menarik pasukan dari Jalur Gaza.

Baca Juga: Tragedi Gaza: Ibu Hamil dan Bayinya Tewas dalam Serangan Udara Israel di Kamp Pengungsian

Ilustrasi Kelompok Hamas di Jalur Gaza. (ANTARA/Anadolu/py)
Ilustrasi Kelompok Hamas di Jalur Gaza. (ANTARA/Anadolu/py)

Hamas menuntut agar tahap selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan. Israel mengklaim bahwa serangan yang terus berlanjut tersebut dilakukan untuk membebaskan tahanan dan mengurangi "ancaman keamanan."

Sementara itu, analis di Israel berpendapat bahwa langkah Netanyahu ini bertujuan untuk meloloskan anggaran negara dan mencegah jatuhnya pemerintahannya.

Pada hari Rabu, Netanyahu kembali mengajak menteri keamanan nasional dari kubu sayap kanan, Itamar Ben Gvir, ke dalam koalisinya untuk mendapatkan dukungan dari partai ekstremis Jewish Power demi anggaran negara.

Kecaman PBB

Rapat dewan diadakan -- sebelum serangan udara -- oleh beberapa negara anggota untuk membahas situasi kemanusiaan karena Israel telah memblokir bantuan ke Jalur Gaza sejak 2 Maret.

"Blokade total terhadap bantuan yang menyelamatkan jiwa, komoditas pokok, dan barang-barang komersial ini akan berdampak buruk bagi warga Gaza yang masih bergantung pada aliran bantuan yang stabil," kata Fletcher.

"Karena Gaza terputus -- lagi -- kemampuan kami untuk memberikan bantuan dan layanan dasar menjadi semakin sulit."

Warga Gaza korban serangan Israel pada Selasa (18/3/2025). (X)
Warga Gaza korban serangan Israel pada Selasa (18/3/2025). (X)

Ia mengatakan bahwa selama gencatan senjata baru-baru ini, sebelum blokade baru, 4.000 truk bantuan memasuki wilayah tersebut setiap minggu, menjangkau lebih dari dua juta orang, dan lebih dari 113.000 tenda didistribusikan.

"Ini membuktikan apa yang mungkin terjadi ketika kita diizinkan untuk melakukan pekerjaan kita," tambahnya.

"Kita tidak dapat dan tidak boleh menerima kembalinya kita ke kondisi sebelum gencatan senjata atau penolakan total terhadap bantuan kemanusiaan."

Kecuali Amerika Serikat, hampir semua anggota Dewan Keamanan menyatakan keprihatinan atau mengutuk serangan baru Israel, dengan Aljazair menuduh Israel "sepenuhnya mengabaikan" gencatan senjata.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI