Suara.com - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Deenie Arsan Fatrika sempat mengusir beberapa staf dari tim hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trokasih Lembong alias Tom Lembong.
Hal itu terjadi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pada impor gula kristal mentah dengan agenda pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU), Kamis (20/3/2025).
Awalnya, Hakim Dennie melihat ada beberapa orang yang tidak memakai toga di barisan tim penasihat hukum terdakwa. Mereka terlihat memakai kemeja berwarna putih.
“Di belakang tim penasihat hukum ada beberapa orang, namun tidak memakai toga,” kata Hakim Dennie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Lebih lanjut, salah satu penasihat hukum Tom Lembong kemudian menjelaskan bahwa sejumlah orang yang dimaksud merupakan staf dari kantor mereka yang hadir untuk membantu persiapan dokumen-dokumen.
“Mereka masuk dalam kuasa, yang mulia,” ujar penasihat hukum Tom Lembong.
“Iya, tapi toganya, untuk tertibnya persidangan, silakan,” tegas Hakim Dennie.
Dengan begitu, empat staf dari kantor kuasa hukum Tom Lembong ke luar dari barisan penasihat hukum terdakwa dalam persidangan.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Deenie Arsan Fatrika sempat mengusir beberapa staf dari tim hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trokasih Lembong alias Tom Lembong.
Baca Juga: Kasus Impor Gula, Bos Makassar Tene Ikut Diperiksa Kejagung
Hal itu terjadi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pada impor gula kristal mentah dengan agenda pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU), Kamis (20/3/2025).
Awalnya, Hakim Dennie melihat ada beberapa orang yang tidak memakai toga di barisan tim penasihat hukum terdakwa. Mereka terlihat memakai kemeja berwarna putih.
“Di belakang tim penasihat hukum ada beberapa orang, namun tidak memakai toga,” kata Hakim Dennie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Lebih lanjut, salah satu penasihat hukum Tom Lembong kemudian menjelaskan bahwa sejumlah orang yang dimaksud merupakan staf dari kantor mereka yang hadir untuk membantu persiapan dokumen-dokumen.
“Mereka masuk dalam kuasa, yang mulia,” ujar penasihat hukum Tom Lembong.
“Iya, tapi toganya, untuk tertibnya persidangan, silakan,” tegas Hakim Dennie.
Dengan begitu, empat staf dari kantor kuasa hukum Tom Lembong ke luar dari barisan penasihat hukum terdakwa dalam persidangan.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan putusan sela terhadap kasus dugaan korupsi pada impor gula kristal mentah yang menjadikan Tom Lembong sebagai terdakwa.
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika mengatakan bahwa pihaknya menolek nota keberatan atau eksepsi Tom Lembong.
“Menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak dapat diterima,” kata Hakim Dennie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Untuk itu, majelis hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk melanjutkan sidang Tom Lembong ke tahap pembuktian.
“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Thomas Trikasih Lembong berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut,” ujar Hakim Dennie.
Sekadar informasi, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebanyak Rp 515,4 miliar (Rp 515.408.740.970,36) dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016.
Jaksa menjelaskan angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara akibat perkara ini yang mencapai Rp 578,1 miliar (Rp 578.105.411.622,47) berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016 Nomor PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Jaksa mengungkapkan Tom Lembong mengizinkan sejumlah perusahaan swasta untuk melakukan impor gula kristal mentah (GKM).
Secara terperinci, jaksa menyebut izin tersebut diberikan kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products, Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene, Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya, Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry, Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama, Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo, Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International, dan Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur.
“Mengimpor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Pada 2015, jaksa menyebut Tom Lembong memberikan Surat Pengakuan sebagai Importir Produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk diolah menjadi GKP pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan/realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.
Lebih lanjut, jaksa menyebut Tom Lembongseharusnya menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Namun, Tom justru menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI- Polri.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut memberi penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk melakukan pengadaan GKP dengan cara bekerja sama dengan produsen gula rafinasi. Mereka disebut telah menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor diatas Harga Patokan Petani (HPP).
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah,” ujar jaksa.
Perbuatan itu diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.