Suara.com - Akademisi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Asfinawati menyoroti mekanisme persetujuan operasi nonperang TNI dalam Revisi Undang-Undang (RUU) TNI.
Sebab, dalam undang-undang sebelumnya, operasi militer nonperang yang akan dilakukan TNI harus melalui persetujuan DPR RI sebagai wakil rakyat.
"Di RUU yang sekarang, dia cukup dengan penetapan dari presiden, peraturan pemerintah. Jadi cukup dengan peraturan pemerintah dan peraturan presiden," kata Asfinawati dalam diskusi secara daring melalui Space pada media sosial X, Rabu (19/3/2025).
Hal ini dianggap berbahaya, lantaran tidak adanya keterlibatan wakil rakyat dalam menentukan operasi militer nonperang TNI.
Sebelumnya diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah telah bersepakat bahwa revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI akan dibawa ke rapat paripurna terdekat dan disahkan menjadi undang-undang.
Kesepakatan diputuskan dalam Rapat Pleno Komisi I DPR terkait Pengambilan Keputusan Tingkat 1 RUU TNI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/3/2025) kemarin.
Setidaknya delapan fraksi DPR setuju untuk membawa revisi UU DPR ke rapat paripurna untuk disahkan.
Namun, di tengah pembahasan yang dikebut di DPR, RUU TNI ramai diprotes berbagai kalangan.
Banyak yang menyebut bahwa RUU TNI mengidikasikan ingin membangkitkan lagi Dwifungsi ABRI di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: Aksi Mahasiswa Trisakti Tolak RUU TNI, Menkum Dicegat Diminta Dengarkan Aspirasi
Terkait itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyangkal DPR dan Pemerintah tak ada niatan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dalam RUU TNI. Dasco mengklaim DPR tetap menjaga supremasi hukum.