Satyawan memastikan bahwa Kemenhut akan terus meningkatkan patroli dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang di TNBTS.
Sebelumnya, Balai Besar TNBTS juga membantah bahwa larangan penggunaan drone bagi pengunjung di area wisata TNBTS terkait dengan penemuan ladang ganja di wilayah tersebut.
Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa, menjelaskan bahwa aturan larangan drone sudah berlaku sejak 2019.
"Aturan larangan penerbangan drone di jalur pendakian Gunung Semeru sudah berlaku sejak 2019 sesuai dengan SOP Nomor: SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA4/2019," kata Rudi, dikutip dari Antara.
Rudi menegaskan bahwa narasi di media sosial yang menghubungkan larangan drone dengan penemuan ladang ganja di Blok Pusung Duwur, Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Senduro dan Gucialit, tidak benar.
"BBTNBTS menggunakan drone dalam proses pencarian lokasi untuk mengidentifikasi tanaman ganja, sehingga memudahkan pencarian dan mencari akses menuju lokasi tersebut," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa larangan penggunaan drone bagi pengunjung di kawasan pendakian TNBTS didasarkan pada pertimbangan keselamatan. TNBTS ingin para pendaki tetap fokus selama melakukan aktivitas pendakian.
"Fokus pendaki agar tidak terbagi dengan aktivitas menerbangkan drone yang berpotensi membahayakan pengunjung, karena jalur pendakian cukup rawan terjadi kecelakaan. Selain itu, ini juga untuk menghormati kawasan sakral yang ada di kawasan," jelasnya.
Selain itu, kebijakan yang mewajibkan setiap rombongan pendaki Gunung Semeru yang terdiri dari 10 orang didampingi oleh satu pemandu telah dilaksanakan sejak 30 Oktober 2024.
"Secara nasional, kebijakan ini berlaku di seluruh kawasan konservasi, baik taman nasional maupun taman wisata alam di seluruh Indonesia," ucap Rudi.