Dalam pasal tersebut, TNI bisa mengisi 10 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif.
Sejumlah 10 kementerian dan lembaga ini yakni kantor Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara.
Kemudian Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Saat Revisi UU ini disetujui, maka ada 6 enam pos baru kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif yakni Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Sebelumnya dalam rapat tersebut, Ketua Komisi I DPR Utut Adianto mengemukakan bahwa keberadaan Dwifungsi ABRI seperti saat Orba tidak akan terjadi dengan adanya RUU TNI yang saat ini dibahas dalam Rapat Panja, karena perbedaan semangat zaman sekarang.
"Kalau TNI ditakutkan akan kembali seperti Zaman Orde Baru, saya sudah usia 60 tahun. Supaya dipahami di dunia ini nggak ada yang bisa membalikkan jarum jam," kata Utut di Hotel Fairmont Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Menurutnya yang terjadi pada zaman Orba, apabila seseorang bicara yang mengarah ke kiri akan didatangi oleh laksana khusus (laksus) yang sifatnya subversif.
Utut juga menegaskan bahwa RUU TNI ini tidak akan mengakomodasi semua jabatan sipil untuk bisa diisi Anggota TNI aktif.
"Apakah nanti semua kementerian diisi tentara, ya enggak. Apakah semua instansi yang diisi tentara, ya nggak. Ini kan atas permintaan kementerian, atau misalnya presiden," ujarnya.
Baca Juga: Koar-koar Kritik Aksi Tolak RUU TNI, Deddy Corbuzier Ternyata Belum Lapor LHKPN