Suara.com - Komisi I DPR RI bersama Pemerintah akhirnya sepakat dan menyetujui untuk membawa Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Hal itu diputuskan lewat pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU TNI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Dalam pengambilan keputusan tingkat I ini dihadiri perwakilan pemerintah. Di antaranya adalah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Dalam pengambilan keputusan, delapan fraksi menyetujui revisi UU TNI untuk segera disahkan dalam rapat paripurna. Sebelum pengambilan keputusan, masing-masing perwakilan fraksi menyampaikan pandangan mini fraksi secara terbuka.
Kemudian, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengambil keputusan terhadap revisi UU TNI. Komisi I bersama pemerintah menyetujui revisi UU TNI dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
"Selanjutnya saya mohon persetujuannya Apakah RUU tentang perubahan atas undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia untuk selanjutnya di bawah pada pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undang-undang apakah dapat disetujui?," tanya Utut.
"Setuju," jawab kompak anggota yang hadir.
Sebelumnya tiga fokus utama revisi UU TNI adalah pasal 3, pasal 53 dan pasal 47. Serta ada tambahan pada pasal 7 ayat 2 tentang operasi militer selain perang.
Pasal 3 mengatur terkait kedudukan TNI. Dimana penegasan pengerahan dan penggunaan kekuatan militer di bawah presiden, serta mengatur kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
Baca Juga: Update RUU TNI: Peran TNI di KPP dan Bantu Penanganan Masalah Narkoba Dihapus
Lalu ada pasal 53 mengubah batas usia pensiun berdasarkan pangkat. Dalam UU saat ini, batas usia pensiun dibagi menjadi dua klaster, yakni 58 bagi perwira dan 53 bagi tamtama dan bintara.
Sementara, dalam Revisi UU TNI berdasarkan naskah DIM, batas usia pensiun dirinci kembali berdasarkan pangkat. Rinciannya yakni sebagai berikut:
Bintara dan tamtama paling tinggi 55 tahun, perwira sampai pangkal kolonel paling tinggi 58 tahun, perwira bintang 1 paling tinggi 60 tahun, perwira bintang 2 paling tinggi 61 tahun dan perwira bintang 3 paling tinggi 62 tahun. Sementara perwira bintang 4 paling tinggi 63 tahun dan bisa diperpanjang satu tahun maksimal dua kali.
Kemudian pasal 47 tentang penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga. Ada penambahan kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit TNI aktif menjadi 15. Yaitu kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, search and rescue (sar) nasional, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
Dalam pembahasan, ada dinamika yang awalnya 16 kementerian/lembaga, tetapi Kementerian Kelautan dan Perikanan dicabut.
Kemudian, perubahan pada pasal 7 ayat 2 ditambah operasi di luar militer yaitu pertahanan siber. Awalnya diusulkan ada dua tambahan, selain pertahanan siber, juga bidang narkotika. Tetapi belakangan, penugasan di bidang narkotika dicabut.
RUU TNI Harus Tetap Kedepankan Supremasi Sipil
![Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/08/16/25101-wakil-ketua-umum-partai-demokrat-edhie-baskoro-yudhoyono.jpg)
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengatakan, bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNl) harus tetap mengedepankan supremasi sipil.
Selain itu, Ibas sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, Selasa (18/3), mengatakan pelibatan TNI di ranah sipil dalam RUU TNI harus bersifat memperkuat, bukan menyimpang dari jalur semestinya. Sebab, TNI berperan besar dalam mempertahankan keutuhan dan kedaulatan negara.
“RUU TNI ini adalah produk yang kita revisi bersama melibatkan pemerintahan, tentara, sipil, dan parlemen. Sejauh ini, sudah banyak masukan dan perubahan terkait pasal pasal tertentu. Kita ingin supremasi sipil tetap dikedepankan, tetapi kita juga harus tahu, TNI juga penting untuk dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang disesuaikan dengan penugasannya,” ucap dia.
Menurut Ibas, TNI merupakan pilar utama pengawal kedaulatan negara. Terlebih, saat ini ancaman bangsa bukan hanya kedaulatan senjata fisik atau perang, tetapi juga dalam bentuk operasi militer selain perang, seperti penanganan terorisme, bencana, dan narkotika.
“TNI adalah pengawal kedaulatan negara. Bayangkan, distorsi kita bukan fisik, senjata, bom, sekarang bahkan mengarah ke perangnya narkotika. Perangnya judi online dan perangnya pinjaman online ilegal,” kata Ibas.
Oleh sebab itu, dia menilai, RUU TNI perlu tetap membahas batasan yang jelas mengenai keterlibatan TNI di ranah sipil. Ia meyakini hal tersebut bukan bentuk menghidupkan kembali dwifungsi militer.
“Saya yakin, tidak akan masuk ke ranah-ranah yang tidak diperlukan. Untuk itu, ada pembatasan bagi TNI yang bisa terlibat di ranah-ranah sipil tersebut; karena itu bagian dari supremasi sipil dan bukan kembali ke dwifungsi,” katanya.
Lebih lanjut, dia menekankan tidak boleh ada standar ganda dalam penegakan aturan, khususnya mengenai keharusan mengundurkan diri bagi prajurit yang ingin bekerja di ranah sipil.
Dalam hal ini, Ibas mencontohkan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono yang melepaskan karier militernya sebelum berkecimpung di dunia politik.
Ibas menyebut aturan pelibatan TNI di ranah sipil dibentuk bukan untuk penyimpangan, tetapi justru penguatan. Ia mengaku akan berada di garda terdepan jika ada aturan yang berdampak buruk bagi bangsa.
“Saya pun akan protes jika ada yang tidak sesuai, dan saya akan berada di depan menyampaikan pandangan-pandangan yang objektif,” katanya.
Jangan sampai, imbuh Ibas, jasa TNI sejak masa lampau dalam menjaga kedaulatan negara rusak karena isu RUU TNI. Untuk itu, ia mengajak masyarakat mengawal proses legislasinya.
Ibas menyampaikan pandangannya itu ketika menerima audiensi Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) di Gedung MPR RI, Jakarta, Senin (17/3).