Serangan Udara Terbaru Israel di Gaza Tewaskan Lebih dari 300 Orang Termasuk Anak-anak

Bella Suara.Com
Selasa, 18 Maret 2025 | 15:05 WIB
Serangan Udara Terbaru Israel di Gaza Tewaskan Lebih dari 300 Orang Termasuk Anak-anak
Serangan udara Israel di Gaza, Palestina. (X)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Otoritas kesehatan Palestina mengungkapkan bahwa serangan udara Israel yang terjadi pada Selasa pagi di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 300 orang.

Serangan ini mengakhiri kebuntuan selama berminggu-minggu terkait perpanjangan gencatan senjata yang telah menghentikan pertempuran sejak 19 Januari lalu.

Militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan puluhan lokasi di seluruh Gaza, termasuk Gaza utara, Kota Gaza, Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah, serta memperingatkan bahwa operasi militer akan terus berlanjut, termasuk kemungkinan keterlibatan pasukan darat.

Pejabat kementerian kesehatan Palestina melaporkan bahwa banyak korban adalah anak-anak, dengan jumlah korban tewas sementara mencapai lebih dari 300 jiwa.

Di rumah sakit yang telah kewalahan setelah 15 bulan konflik, tumpukan mayat dalam lembaran plastik putih terlihat menumpuk.

Bulan Sabit Merah Palestina mencatat 86 korban tewas dan 134 terluka yang ditangani tim mereka.

Sementara Rumah Sakit Nasser, Rumah Sakit al-Aqsa, dan Rumah Sakit al-Ahly melaporkan menerima sekitar 85 jenazah.

Di Rafah, 16 orang yang merupakan satu keluarga dilaporkan tewas dalam satu serangan.

Warga Gaza korban serangan Israel pada Selasa (18/3/2025). (X)
Warga Gaza korban serangan Israel pada Selasa (18/3/2025). (X)

Militer Israel menyebut serangan ini jauh lebih besar dibandingkan operasi sebelumnya yang biasanya menggunakan drone untuk menargetkan individu atau kelompok kecil tersangka ekstremis.

Baca Juga: AS Akui Israel Minta Pendapat Gedung Putih soal Serangan Mematikan Terbaru di Gaza

Serangan tersebut menargetkan komandan tingkat menengah Hamas, pejabat pimpinan, dan infrastruktur milik kelompok tersebut.

Di antara korban tewas adalah Mohammad al-Jmasi, pejabat senior Hamas dari kantor politik, beserta keluarganya, termasuk cucu-cucunya, yang tewas saat rumah mereka di Kota Gaza diserang.

Hamas menuding Israel membatalkan perjanjian gencatan senjata, meninggalkan nasib 59 sandera yang masih ditahan di Gaza dalam ketidakpastian.

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membalas dengan menuduh Hamas berulang kali menolak membebaskan sandera dan proposal dari utusan AS, Steve Witkoff.

“Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan militer yang semakin meningkat,” demikian pernyataan resmi dari kantor Netanyahu.

Di Washington, Gedung Putih menyatakan bahwa Israel telah berkonsultasi dengan AS sebelum melancarkan serangan.

“Hamas bisa memperpanjang gencatan senjata dengan membebaskan sandera, tetapi memilih perang,” kata juru bicara Gedung Putih, Brian Hughes.

Sementara itu, saksi mata di Gaza melaporkan tank-tank Israel menembaki wilayah Rafah, memaksa banyak keluarga mengungsi ke Khan Younis.

Serangan ini terjadi setelah negosiasi di Doha antara Israel dan Hamas, yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar, gagal memperpanjang gencatan senjata.

Gencatan senjata awal telah memungkinkan pembebasan 33 sandera Israel dan lima warga Thailand dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina.

Namun, Hamas bersikeras pada penghentian permanen perang dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, sementara Israel menuntut pembebasan semua sandera yang tersisa untuk gencatan senjata jangka panjang.

Konflik ini, yang meletus pada 7 Oktober 2023 setelah serangan Hamas ke Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya, telah menyebabkan lebih dari 48.000 kematian di Gaza, menurut otoritas Palestina.

Sebagian besar wilayah Gaza kini hancur, dengan sistem rumah sakit dan infrastruktur lumpuh akibat pemboman selama 15 bulan.

Hamas Tuduh Israel Korbankan Sandera dengan Serangan Militer di Gaza

Seorang pejabat tinggi Hamas, Izzat al-Rishq, menuduh Israel sengaja mengorbankan sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza dengan melancarkan kembali operasi militer besar-besaran pada hari Selasa.

Serangan tersebut mengakhiri periode relatif tenang yang berlangsung sejak gencatan senjata pada bulan Januari lalu.

Dalam pernyataannya, al-Rishq menyebut keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk memulai kembali perang sebagai “keputusan untuk mengorbankan tawanan pendudukan dan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka.”

Ia juga menuding Netanyahu menggunakan konflik ini sebagai “sekoci penyelamat” politik untuk mengalihkan perhatian dari krisis internal yang dihadapi pemerintahannya.

Serangan militer Israel yang dimulai Selasa pagi dilaporkan menewaskan lebih dari 300 orang di Gaza, menurut otoritas kesehatan Palestina, dan menghantam berbagai wilayah termasuk Gaza utara, Kota Gaza, Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah.

Hamas menyatakan bahwa serangan ini membatalkan perjanjian gencatan senjata, meninggalkan nasib 59 sandera yang masih ditahan dalam ketidakpastian.

Sementara itu, Israel menegaskan operasi tersebut menargetkan infrastruktur dan pimpinan Hamas, serta akan terus berlanjut selama diperlukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI