Suara.com - Gelar Doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia belakangan ini jadi sorotan publik.
Pasalnya, gelar tersebut penuh dengan kejanggalan.
Terlebih, Ketua Umum Partai Golkar ini bisa menyelesaikan gelar doktornya tersebut secara singkat, yakni 20 bulan saja.
Disertasi Bahlil dianggap plagiat lantaran memiliki kesamaan mencapai 95% dengan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sekretaris Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Wahyudi Kumorotomo menyebut kasus Disertasi Bahlil ini dapat menjadi refleksi di Perguruan Tinggi lainnya.
“Kasus ini mestinya menjadi refleksi semua Perguruan Tinggi di Indonesia,” ujar Wahyudi, dikutip dari youtube Akbar Faizal Uncensored, Jumat (14/3/25).
Wahyudi mengatakan bahwa sebuah universitas jika ingin menegakkan integritas akademik maka harus mengesampingkan sesuatu di luar akademik.
“Kalau kita benar-benar ingin menegakkan integritas akademik, maka memang hal-hal yang di luar akademik itu memang betul-betul harus kita sisihkan,” ucapnya.
Menurut Wahyudi, Perguruan Tinggi merupakan palang terakhir dari kebenaran, sehingga harus benar-benar ditegakkan integritasnya.
Baca Juga: Pimpin Safari Ramadhan Golkar, Bahlil Sebut Doa Santri dan Ulama Penting untuk Keselamatan Bangsa
“Kita prihatin kalau andai kata ini menimpa kami sendiri di UGM dan juga perguruan tinggi lainnya. Karena istilahnya Palang terakhir dari kebenaran itu kan di Perguruan Tinggi, kalau kita tidak lagi bisa betul-betul menegakkan integritas di Perguruan Tinggi, maka kemana lagi kita akan bisa berharap bahwa segala sesuatunya itu bisa kita verifikasi secara objektif,” urainya.
Terlebih jika harapannya peringkat Universitas di Indonesia bisa naik terus, maka harus diimbangi dengan menjaga integritas.
“Kalau kita ingin Universitas di Indonesia ini peringkatnya terus meningkat, pastinya harus menjaga integritas,” ujarnya.
“Supaya dipastikan bahwa setiap karya ilmiah itu betul-betul objektif, bisa kita verifikasi, dan prosesnya sendiri betul-betul bisa kita tegakkan dari segi kejujuran dan integritas,” sambungnya.
Kasus yang menyeret nama Bahlil ini bagaikan puncak gunung es, dimana kepentingan akademik tergerus dengan kepentingan pragtisme dan kekuasaan.
Disertasi Bahlil yang jelas-jelas bermasalah itu justru tidak membuatnya di Drop Out (DO), melainkan hanya harus melakukan perbaikan atau revisi.
Seorang Menteri dengan segala kesibukannya, menurut logika tidak akan bisa menyelesaikan tugas disertasi dalam waktu singkat, kurang dari 2 tahun, termasuk melakukan riset penyusunan Disertasi.
Pada umumnya, orang yang menempuh Pendidikan S3 dan memperjuangkan gelar doktornya harus terjun langsung ke lapangan.
Mereka harus melakukan wawancara, membuat janji, jadwal wawancara, bertemu dengan gatekeeper, informan, janji dengan responden, menyebarkan kuesioner, dan sebagainya. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.
Seperti diketahui, berdasarkan asil sementara dari rapat pleno empat organ UI, Bahlil hanya diminta merevisi disertasinya.
"Tadi sebagaimana disampaikan oleh Pak Rektor adalah dimintakan perbaikan disertasi sesuai dengan ketentuan dan isi substansi yang nanti ditentukan oleh promotor dan kopromotor," jelas Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Universitas Indonesia (UI ) Arie Afriansyah dalam konferensi pers di kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Maret 2025.
Hal ini pun memicu kontroversi, namun menurut Rektor Universitas Indonesia (UI) Heri Hermansyah mengungkapkan alasan pihaknya memberikan sanksi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berupa revisi disertasinya adalah karena lembaga pendidikan bertugas membina bukan membinasakan.
"Jadi, kita lembaga pendidikan tentunya juga membina, bukan membinasakan," kata Heri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat, 14 Maret 2025.
Hal ini disebutnya sebagai keputusan bersama bukan keputusan rektor.
Heri menegaskan keputusan Empat Organ UI, yakni Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB), diambil berdasarkan pertimbangan yang teliti.
Empat organ tersebut sudah melakukan lebih dari satu kali rapat bersama.
"Panjang, panjang, sejak bulan November. Saya kan jadi rektor bulan Desember, jadi bahkan sebelum saya diangkat jadi rektor proses itu sudah berjalan. Dan saya diangkat rektor bulan Desember, walaupun itu terjadi sebelum saya menjadi rektor, itu sudah menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikannya sampai tuntas," kata Heri.
Kontributor : Kanita