Tanggapi RUU KUHAP, Mantan Hakim Agung Nilai Penyidikan Perkara Sebaiknya Tetap Dilakukan Polri

Selasa, 18 Maret 2025 | 07:52 WIB
Tanggapi RUU KUHAP, Mantan Hakim Agung Nilai Penyidikan Perkara Sebaiknya Tetap Dilakukan Polri
Gayus Lumbuun. [Suara.com/Bagaskara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Hakim Mahkamah Agung (MA), Gayus Lumbuun, menanggapi soal Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang saat ini tengah dibahas oleh DPR RI.

Gayus menilai, dalam RUU KUHAP sebaiknya penegakan hukum dilakukan sesuai dengan porsi atau aturan yang sudah ada. Artinya, pihak kepolisian melakukan penyidikan sementara kejaksaan melakukan penuntutan.

“Betul, tetap pada aturan yang ada. Saya mengusulkan sebaiknya kembali dengan tugas utama masing-masing, dengan dilakukan kodifikasi pemahaman,” kata Gayus dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (19/3/2025).

Jika merujuk Pasal 1 ayat (1) KUHAP, lanjut Gayus, pihak kepolisan diberikan kewenangan sebagai penyidik tunggal dalam perkara pidana. Hal tersebut juga termaktub dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 yang menyebutkan, bahwa polisi merupakan penyidik utama.

Sementara, dalam Pasal 1 Ayat (6) KUHAP menyebutkan jika Jaksa merupakan pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana ini menilai, jika jaksa ingin melakukan penyidikan dan penuntut umum tentu harus dijelaskan alasannya di RUU KUHAP karena dulu memang kompromis sebenarnya.

Dulu, lanjut Gayus, namanya penyidik tunggal kemudian berubah menjadi penyidik utama. Tentu saja, ia menyebut berubahnya dari penyidik tunggal menjadi penyidik utama itu ada maksud.

“Polisi dulu penyidik tunggal, Pasal 1 Ayat (3) KUHAP itu menyebutkan polisi adalah penyidik. Tapi perkembangannya, polisi berubah menjadi penyidik utama. Jadi masih ada yang lain, makanya dia yang utama,” jelas Gayus.

“Bagi saya, kalau jaksa juga menjadi penyidik tentu memperkuat polisi sebagai penyidik utama. Tentunya, nanti di KUHAP harus menjelaskan secara tegas sehingga ada sinkronisasi melalui kodifikasi. Harus kodeks, dijelaskan dalam kodifikasi bahwa memang diperlukan ikut serta menyidik,” jelas dia,” katanya menambahkan.

Baca Juga: Azas Dominus Litis Dalam RUU KUHAP Disorot, Dinilai Berpotensi Terjadinya Abuse Of Power

Saat ini, kata Gayus, penyidikan juga bisa dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Mereka diberikan kewenangan sesuai lingkup kerjanya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2010 dan Perkap Nomor 14 Tahun 2011.

“Di KUHAP ada lain-lain, berarti ada PPNS, kejaksaan. Namun, harus diperjelas keikutsertaan penyidik itu harus jelas. Apa ruang lingkupnya,” tandas Gayus.

Pengamat Hukum Maqdir Ismail saat memenuhi undangan Komisi III DPR, Rabu (5/3/2025). [Tangkapan layar YouTube]
Pengamat Hukum Maqdir Ismail saat memenuhi undangan Komisi III DPR, Rabu (5/3/2025). [Tangkapan layar YouTube]

Sebelumnya senada dengan hal tersebut, Praktisi hukum Maqdir Ismail mengatakan tugas penyidikan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau dikenal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebaiknya tetap pada kepolisian.

"Untuk efektifnya penyidikan maka penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri saja," kata Maqdir dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Sementara itu, kata Maqdir, kejaksaan sepatutnya tetap pada kewenangannya menjalankan penuntutan dan eksekusi atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Meski demikian, ia mmenyebut bisa saja jaksa diberikan kewenangan untuk mengambil alih penyidikan jika penyidik tidak mampu menyelesaikan penyidikan suatu perkara tersebut guna memberikan kepastian hukum terhadap proses penyidikan.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa semua proses penyidikan sebaiknya dilakukan oleh penyidik Polri agar tidak ada lagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Ia berpendapat sebaiknya fungsi PPNS menjalankan fungsi sebagai tenaga ahli dalam penyidikan, mengingat pengetahuan mereka secara khusus terhadap hal tertentu.

"Sekiranya masih dianggap perlu ada PPNS maka fungsi mereka melakukan penyidikan terhadap pelanggaran administratif, bukan perbuatan pidana yang merupakan kejahatan," ungkapnya.

Maqdir mengusulkan, dalam rangka memastikan pekerjaan penyidikan dan penuntutan berjalan dengan baik dan menurut hukum sebelum sampai ke persidangan di pengadilan maka harus ada hakim pengawas.

Hakim pengawas nantinya bisa melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyidik dan penuntut umum.

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2), telah menyetujui RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI