Suara.com - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Fathi, menegaskan soal pentingnya peran industri jasa keuangan dalam meningkatkan edukasi dan literasi keuangan bagi masyarakat.
Menurutnya, masyarakat perlu merasakan manfaat penggunaan asuransi.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Senin (17/3/2025) kemarin.
Dalam rapat, Fathi menyoroti implementasi edukasi keuangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta regulasi turunannya seperti POJK No. 3 Tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan dan POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen di sektor jasa keuangan.
Ia menekankan bahwa asuransi seharusnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar produk finansial yang sulit dipahami atau diakses.
"Saya ingin masyarakat benar-benar merasakan manfaat tinggi dari asuransi. Bangun tidur pun, kita harus sudah berpikir tentang perlindungan finansial, baik untuk kesehatan, keselamatan, maupun aset berharga yang kita miliki. Jangan sampai masyarakat merasa asuransi hanya membebani, tanpa memahami keuntungannya," kata Fathi.
Lebih lanjut, Fathi mendorong agar industri asuransi lebih aktif dalam memberikan edukasi yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.
Menurutnya, masih banyak masyarakat yang ragu menggunakan produk asuransi karena kurangnya pemahaman dan kepercayaan terhadap industri ini.
"Saya minta asosiasi dan pelaku industri asuransi tidak hanya fokus pada pertumbuhan bisnis, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi yang jelas dan transparan. Jangan sampai masih ada kasus-kasus klaim sulit cair yang membuat kepercayaan publik menurun," tegasnya.
Baca Juga: Prabowo: Yang Melihat Indonesia Gelap Itu Siapa?
Komisi XI DPR RI, lanjut Fathi, akan terus mengawal kebijakan terkait literasi dan inklusi keuangan agar sejalan dengan kepentingan masyarakat.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pelaku industri asuransi dalam membangun ekosistem keuangan yang sehat dan berkeadilan.
"Dengan meningkatnya pemahaman dan akses terhadap produk asuransi, diharapkan masyarakat bisa lebih terlindungi secara finansial dan memiliki jaminan perlindungan di berbagai aspek kehidupan," pungkasnya.

Sebelumnya Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melaporkan pelaksanaan program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) sektor perasuransian telah menjangkau 44,2 juta peserta dari periode Agustus 2024 sampai Februari 2025.
Dijelaskan selama periode itu, telah dilakukan sebanyak 1.003 kegiatan edukasi, dengan rincian sebanyak 486 kegiatan edukasi secara langsung yang diikuti oleh 106.102 peserta, serta sebanyak 517 edukasi secara digital yang diikuti oleh 44,1 juta viewers (peserta).
“Terdiri dari kegiatan mengajar langsung dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai tingkat Perguruan Tinggi dan terbesar di seluruh pulau di wilayah Indonesia,” ujar Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga AAUI Muhammad Iqbal dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Dari sisi sektor, perusahaan yang tergabung dalam AAUI telah melakukan 259 kegiatan yang diikuti oleh sebanyak 35,85 juta peserta, dan perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) telah melakukan 742 kegiatan yang diikuti oleh sebanyak 8,38 juta peserta .
Kemudian, perusahaan yang tergabung dalam Asuransi Wajib telah melakukan dua kegiatan yang diikuti oleh sebanyak 300 peserta. Berdasarkan wilayah pelaksanaan, edukasi telah dilakukan di sebanyak 78 kabupaten/ kota dari total sebanyak 514 kabupaten/ kota yang ada di wilayah Indonesia.
Rinciannya, Pulau Jawa telah dilakukan edukasi di 34 kabupaten/ kota, Pulau Sumatera dilakukan edukasi di 23 kabupaten/ kota, dan Pulau Kalimantan dilakukan edukasi di 10 kabupaten/ kota.
Kemudian, Pulau Bali & Nusa Tenggara dilakukan edukasi di 5 kabupaten/ kota, Pulau Sulawesi dilakukan edukasi di 4 kabupaten/ kota, serta Pulau Maluku & Papua dilakukan edukasi di 2 kabupaten/ kota.