Terlebih, dalam pembahasan terswbut dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak demokratis.
"Pertanyaan kami adalah, kenapa rakyat yang menyampaikan kritik dan protes atas kejahatan legislasi justru diancam dengan laporan pidana?" ucapnya.
Pembungkaman Suara Masyarakat
Lantaran itu, Isnur menduga laporan yang dilakukan sekuriti Hotel Fairmont Jakarta sengaja dibuat dalam upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap pendapat dan ekspresi masyarakat.
"Terlebih hal ini terkait kritik masyarakat sipil yang sebelumnya melakukan protes interupsi dalam proses rapat pembahasan tertutup yang dilakukan oleh Panja DPR RI dan Pemerintah terkait RUU TNI yang diduga hendak kembalikan praktik Dwifungsi ABRI," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa tindak pelaporan terhadap koalisi masyarakat sipil terlalu dipaksakan. Pasal yang dicantumkan tidak relevan dengan fakta yang ada di lapangan.

Dari kronologis dan video yang beredar, lanjut Isnur, 3 aktivis perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menggunakan haknya secara damai tanpa kekerasan dengan menyampaikan kritiknya secara langsung terhadap proses penyusunan revisi UU TNI yang dilakukan Panja DPR RI dan pemerintah secara diam-diam.
"Pembahasan revisi UU TNI juga dilakukan dengan melanggar peraturan pembentukan UU yang mestinya transparan dan membuka partisipasi bermakna publik," ujarnya.
Selain itu, pelaporan terhadap pelaku aksi dari koalisi masyarakat sipil tidak memiliki dasar, karena penyampaian pendapat atau kritik dijamin konstitusi.
Baca Juga: DPR Ngaku Cuma Bahas 3 Pasal di RUU TNI, Dasco Sebut Pasal-pasal Beredar di Medsos Hoaks
"Pelaporan ini juga jelas tidak memiliki legal standing, DPR adalah wakil rakyat yang kinerjanya harus selalu dipantau, dikritik dan diingatkan oleh warga negara, maka pelaporan ini juga bertentangan dengan jaminan konstitusi yang menjamin warganya untuk berpartisipasi dengan menyampaikan pendapat dan kritik kepada kekuasaan legislatif," tambahnya.