Sindrom Tourette lebih sering terjadi pada laki-laki dan diduga dipengaruhi oleh faktor genetik serta stres pada ibu hamil.
Diagnosis sindrom Tourette melibatkan wawancara klinis dan pengamatan jangka panjang terhadap gejala pasien.
“Kami menilai frekuensi dan tingkat keparahan tics menggunakan skala khusus seperti Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS). Jika skornya di atas 35/50, prosedur DBS bisa menjadi opsi yang dipertimbangkan,” kata Dr. Rocksy.
Terapi DBS
Dokter spesialis bedah saraf di RS Siloam Lippo Village, Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS, menjelaskan.
Bahwa DBS direkomendasikan bagi pasien dengan tingkat keparahan yang tinggi, terutama yang mengalami distonia umum (general) atau sindrom tourette berat.
Evaluasi sebelum prosedur melibatkan diskusi antara dokter spesialis saraf dan bedah saraf.
Serta keluarga pasien untuk memastikan apakah prosedur ini merupakan pilihan terbaik.
Selain itu, pasien harus menjalani serangkaian pemeriksaan neurologis dan psikologis.
Baca Juga: Mengenal K-Rehab, Metode Rehabilitasi dari Korea yang Fokus pada Personalisasi Terapi
Untuk mengidentifikasi apakah ada kontraindikasi medis sebelum operasi.