Suara.com - Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel) diguncang skandal korupsi besar yang melibatkan sejumlah anggota DPRD dan pejabat daerah.
Kasus ini mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan menetapkan lima tersangka, termasuk tiga anggota DPRD OKU.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa kasus ini berawal dari upaya sejumlah anggota DPRD OKU yang menagih jatah fee proyek kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU, Nopriansyah (NOP).
Fee tersebut merupakan bagian dari komitmen proyek yang telah disepakati sebelumnya.
Modus yang digunakan dalam kasus ini berawal dari pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD. Pokir merupakan usulan proyek dari anggota DPRD yang kemudian disetujui oleh pemerintah daerah untuk dianggarkan.
Dalam kasus ini, pokir yang diajukan para tersangka melibatkan berbagai proyek strategis, di antaranya: rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, renovasi kantor Dinas PUPR OKU, perbaikan sejumlah ruas jalan, pembangunan jembatan.
Awalnya, total nilai proyek pokir yang disepakati dalam RAPBD 2025 mencapai Rp40 miliar namun akhirnya dikurangi menjadi Rp35 miliar.
Dari jumlah tersebut, anggota DPRD diduga meminta fee sebesar 20 persen atau sekitar Rp7 miliar.
Dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (16/3), Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa tiga anggota DPRD OKU yang terlibat adalah, Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III DPRD OKU dari Fraksi PDI Perjuangan, M Fahrudin (MFR) – Ketua Komisi III DPRD OKU dari Partai Hanura dan Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca Juga: Ini Profil 3 Anggota DPRD OKU Terjerat OTT KPK di OKU: Ada Kader PDIP dan PPP
Ketiganya menagih pencairan fee proyek kepada Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah. Dijanjikan bahwa fee tersebut akan dicairkan sebelum Hari Raya Idul Fitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang telah disepakati.