Suara.com - Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menegaskan kembali komitmen untuk mencapai perdamaian permanen di Ukraina saat Inggris menyelenggarakan pertemuan virtual dengan lebih dari 25 pemimpin politik pada Sabtu pagi (15/3). M
eskipun begitu, tidak ada pengumuman mengenai langkah-langkah pertahanan yang spesifik atau yang diperbarui.
Dalam konferensi pers setelah pertemuan, ketika ditanya tentang adanya komitmen konkret, Starmer menyatakan bahwa pertemuan tersebut telah membangun momentum politik dan militer, dengan negara-negara yang terlibat sepakat untuk meningkatkan tekanan bersama terhadap Rusia.

Namun, ia tidak merinci langkah-langkah spesifik yang akan diambil pada "tahap operasional."
Bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin dari Kanada, Ukraina, Australia, Selandia Baru, serta Uni Eropa, Starmer mendesak Rusia untuk "datang ke meja perundingan untuk menegosiasikan kesepakatan."
Ia juga mengumumkan rencana untuk mengadakan pertemuan militer pada Kamis (20/3) mendatang.
Starmer menekankan kesiapan Inggris untuk mengambil peran utama dalam "koalisi negara-negara yang bersedia," suatu kesepakatan pascakonflik yang diumumkannya dua minggu lalu dalam KTT London.
![Ilustrasi bendera Ukraina.[unsplash]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/12/17/77921-ilustrasi-bendera-ukraina.jpg)
Ia menyatakan bahwa Inggris bersedia mengerahkan pasukan darat dan pesawat terbang, tetapi tidak menjelaskan kontribusi negara-negara lain dalam koalisi tersebut.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan Amerika Serikat dalam pertahanan masa depan Ukraina, menekankan bahwa diskusi dengan AS berlangsung "setiap hari."
Baca Juga: Eropa Siapkan "Jaminan Kredibel" untuk Ukraina: Tinggalkan Ketergantungan pada Amerika Serikat?
Starmer menambahkan bahwa Presiden AS, Donald Trump, berkomitmen untuk mencapai perdamaian abadi di Ukraina, dan hubungan erat antara Inggris dan AS menjadi dasar perencanaan mereka.
Sang Perdana Menteri juga menyatakan kepada wartawan bahwa para pemimpin dalam pertemuan tersebut telah membahas peningkatan sanksi terhadap Rusia, termasuk kemungkinan langkah untuk membekukan aset-aset Rusia di masa depan.