Suara.com - Aksi penggerudukan koalisi masyarakat sipil saat rapat tertutup di Hotel Fairmont Jakarta menuai sorotan publik. Pasalnya rapat yang berlangsung secara tertutup seakan tergesa-gesa dan menyembunyikan sesuatu dari publik.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andrie Yunus mengatakan, tindakan yang saat ini dilakukan dalam pembahasan RUU TNI, seakan ingin mengembalikan dwifungsi TNI, seperti era Orde Baru (Orba).
“Ya, yang menurut kami krusial ya itu ya, yang berkenaan dengan perluasan jabatan sipil untuk TNI aktif,” kata Andrie, saat dihubungi Suara.com, Minggu (16/3/2025).
Total ada 16 jabatan di kementerian dan lembaga yang bisa dijabat oleh TNI aktif. Sejak sebelumnya, hanya 10 jabatan di kementerian atau lembaga yang bisa ditempati oleh TNI aktif.
Andrie menilai, jika jabatan sipil ditempati oleh TNI aktif dikhawatirkan, justru mengacak-acak sistem yang selama ini telah dibangun.
Dikhawatirkan juga jika jabatan hanya dijabat karena memiliki kedekatan bukan karena kinerja dan kemampuan seseorang.
“Sebetulnya ada beberapa kementerian atau instansi sipil yang tidak tepat kalau misalkan diisi oleh perwira atau kemudian anggota militer aktif, karena secara skema pendidikan, baik itu pendidikan dasar, pendidikan pembentukan termasuk juga managerial, itu pasti akan berbeda antara militer dan sipil,” beber Andrie.
“Sehingga kalau misalkan dipaksakan militer duduk di jabatan sipil kemungkinan meritokrasi di internal ASN juga akan acak-acakan,” katanya.
Namun, titik berat tentang penolakan RUU TNI ini karena tidak sesuai dengan supremasi sipil. Supremasi sipil merupakan tradisi demokrasi yang menekankan bahwa angkatan bersenjata satu negara harus selalu di bawah kontrol sipil.
Baca Juga: Rapat RUU TNI di Hotel Fairmont Kena Geruduk, Satpam Lapor Polisi
“Bukan kebalik, bukan militer kemudian mengontrol sipil Kita sudah punya banyak pengalaman selama 32 tahun, bagaimana doktrin dwifungsi TNI merusak sendi-sendi berdemokrasi dan bernegara,” katanya.
Sebelumnya, berdasarkan UU TNI nomor 34 tahun 2004, dalam Pasal 47 UU TNI yang masih aktif saat ini, 10 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni kantor Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara.
Kemudian Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Saat jika revisi UU ini disetujui, maka ada 6 enam pos baru di kementerian/ lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif yakni Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).