Pengecualian hanya mungkin terjadi jika perusahaan memiliki kebijakan internal yang mengatur lain. Jadi, karyawan kontrak yang masa kerjanya selesai sebelum 30 hari menjelang Lebaran umumnya tidak mendapatkan THR.
Selain itu, Pasal 3 ayat (2) Permenaker No. 6/2016 menyebutkan bahwa karyawan dengan masa kerja lebih dari satu bulan tetapi kurang dari 12 bulan berhak atas THR proporsional, dihitung dengan rumus: (masa kerja dalam bulan / 12) x satu bulan upah.
![Ilustrasi THR [pixabay]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/14/73375-ilustrasi-thr-pixabay.jpg)
Namun, ini hanya berlaku jika karyawan masih terikat hubungan kerja saat THR dibayarkan atau memenuhi syarat Pasal 7 ayat (1) untuk PKWTT.
Jika hubungan kerja sudah putus di luar periode 30 hari sebelum Lebaran, hak atas THR hilang kecuali ada kesepakatan tertulis dalam kontrak atau kebijakan perusahaan.
Praktik di lapangan juga menunjukkan variasi. Menurut Kompas.com (edisi 2023), beberapa perusahaan tetap memberikan THR kepada karyawan yang resign sebagai bentuk penghargaan, meskipun tidak diwajibkan hukum.
Hal ini biasanya terjadi pada karyawan dengan masa kerja panjang atau atas dasar itikad baik. Namun, ini adalah kebijakan sukarela, bukan kewajiban.
Bagi karyawan yang ingin memastikan haknya, penting untuk memeriksa kontrak kerja atau perjanjian bersama (PKB).
Jika ada klausul yang menjamin THR meskipun resign di luar periode 30 hari, karyawan bisa menuntutnya. Tanpa klausul tersebut, hak THR bergantung pada aturan Permenaker.
Kesimpulannya, karyawan PKWTT yang resign dalam 30 hari sebelum Lebaran tetap berhak atas THR, sedangkan karyawan PKWT atau yang resign lebih awal tidak berhak, kecuali ada kebijakan khusus perusahaan.
Baca Juga: Kapan Jadwal Pencairan THR ASN dan Karyawan 2025? Ini Rinciannya
Karyawan yang berencana resign perlu memperhatikan timing agar tidak kehilangan hak ini. Jika ada ketidakjelasan, konsultasi dengan Dinas Ketenagakerjaan atau ahli hukum bisa menjadi solusi.