![Periset Kawula17, Rafli Rikin (kanan). [Tangkapan layar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/15/19540-periset-kawula17-rafli-rikin-kanan.jpg)
"Sayang sekali, satu dari tiga orang tidak dapat mengaitkan kata ‘gender’ dengan apapun," ujar Rafli.
Ia menilai hal ini disebabkan oleh minimnya diskusi dan edukasi mengenai isu gender di tengah masyarakat.
Meski begitu, mayoritas masyarakat yang memahami konsep gender masih mengaitkannya dengan konsep dasar seperti jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal serupa juga terjadi pada isu HAM.
"Sebanyak 31 persen masyarakat tidak dapat mengasosiasikan kata 'HAM' dengan apapun, namun, dari mereka yang memahami konsep ini, sebagian besar mengaitkannya dengan keadilan, kebebasan, dan kesetaraan," katanya.
Sementara itu, pada isu korupsi, masyarakat menunjukkan pemahaman yang lebih kuat.
"Sebanyak 17 persen masyarakat mengasosiasikan korupsi dengan hukuman mati," ujar Rafli.
Menurutnya, temuan ini mencerminkan adanya dorongan kuat dari masyarakat untuk hukuman yang lebih berat terhadap koruptor. Tetapi di sisi lain pemahaman masyarakat soal hak untuk hidup masih relatif rendah.
"Sebanyak 34 persen masyarakat mengaitkan korupsi dengan hal-hal yang tidak termasuk dalam kategori utama yang ditampilkan," jelas Rafli.
Hal ini menandakan pemahaman yang beragam terkait isu korupsi di masyarakat.
Baca Juga: Ingatkan ASN Tak Beli Gas LPG 3 Kilogram, DPRD DKI: Bukan Sasaran Subsidi
Dalam isu lingkungan, banjir dan kekeringan sebesar 58 persen serta pengelolaan sampah sebesar 57 persen menjadi dua masalah yang dianggap paling mendesak untuk segera ditangani pemerintah.