Sanksi AS Terkait Nuklir Disebut Ilegal, Tiongkok dan Rusia Desak Akhiri Tekanan ke Iran

Bella Suara.Com
Jum'at, 14 Maret 2025 | 20:58 WIB
Sanksi AS Terkait Nuklir Disebut Ilegal, Tiongkok dan Rusia Desak Akhiri Tekanan ke Iran
Ilustrasi bendera Iran. (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tiongkok mendesak diakhirinya sanksi ilegal terhadap Iran saat menjadi tuan rumah pertemuan penting dengan diplomat senior Iran dan Rusia pada hari Jumat.

Pertemuan ini bertujuan untuk membuka jalan bagi dimulainya kembali negosiasi yang telah lama terhenti mengenai program nuklir Teheran, di tengah meningkatnya ketegangan internasional.

Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi menyambut Wakil Menteri Luar Negeri Iran Kazem Gharibabadi dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov di Beijing.

Dalam pertemuan tersebut, Wang Yi menegaskan bahwa kesepakatan nuklir Iran tahun 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), adalah "pencapaian penting" yang dicapai melalui dialog.

Ia memperingatkan bahwa situasi saat ini telah mencapai "titik kritis" dan menyerukan penyelesaian melalui cara politik serta diplomatik, sembari menentang penggunaan kekuatan dan sanksi sepihak.

"Sekarang kita harus membeli waktu untuk perdamaian dan menentang sanksi ilegal," ujar Wang Yi.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok juga mendesak Amerika Serikat untuk menunjukkan "ketulusan politik" dengan kembali ke meja perundingan secepat mungkin serta mencabut sanksi yang menghambat kemajuan.

Latar Belakang Ketegangan

Ketegangan seputar program nuklir Iran meningkat setelah Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, menarik diri dari JCPOA pada tahun 2018 dan menerapkan kembali kebijakan "tekanan maksimum" melalui sanksi ekonomi.

Trump, yang kembali menjabat pada Januari 2025, baru-baru ini menyerukan kesepakatan nuklir baru dengan Iran, bahkan mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei untuk mendorong perundingan—meskipun ia juga memperingatkan kemungkinan tindakan militer jika Teheran menolak.

Baca Juga: Hamas Siap Bebaskan Sandera Israel-Amerika dalam Perundingan Gencatan Senjata Gaza

Iran menyatakan surat tersebut sedang ditinjau, tetapi menegaskan bahwa sanksi harus dicabut sebelum perundingan dapat dilanjutkan.

Pada Februari 2025, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melaporkan bahwa Iran telah secara signifikan meningkatkan cadangan uraniumnya yang diperkaya hingga 60 persen—hanya selangkah lagi dari tingkat 90 persen yang dibutuhkan untuk senjata nuklir. Temuan ini memicu urgensi baru dalam upaya diplomasi global.

Posisi Iran dan Dukungan Tiongkok-Rusia

Ilustrasi Nuklir
Ilustrasi Nuklir

Wakil Menteri Luar Negeri Iran Kazem Gharibabadi menegaskan bahwa program nuklir negaranya "bersifat damai" dan tidak pernah dialihkan untuk tujuan militer.

Ia menyalahkan penarikan sepihak AS sebagai "akar penyebab utama" krisis saat ini dan memuji pembicaraan di Beijing cukup konstruktif.

Sementara itu, Rusia, melalui juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, juga mengutuk sanksi "ilegal" terhadap Iran dan menyerukan kelanjutan upaya diplomatik.

Tiongkok, yang diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Ma Zhaoxu, menegaskan kembali dukungannya terhadap dialog berbasis saling menghormati.

"Kami menekankan perlunya mengakhiri semua sanksi sepihak yang ilegal," kata Ma kepada wartawan usai pertemuan.

Duta Besar Iran untuk Tiongkok kemudian menyebut pertemuan ini sebagai "keberhasilan total" di platform X, menyoroti kesepakatan trilateral antara Tiongkok, Iran, dan Rusia untuk menghadapi sanksi AS.

Langkah AS dan Reaksi Iran

Di sisi lain, AS baru-baru ini meningkatkan tekanannya dengan menjatuhkan sanksi terhadap Menteri Perminyakan Iran Mohsen Paknejad serta perusahaan yang diduga terlibat dalam pengangkutan minyak Iran ke Tiongkok.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan bahwa pencabutan sanksi oleh AS adalah syarat mutlak untuk kemajuan perundingan.

Sementara itu, Ayatollah Khamenei kembali menegaskan bahwa Iran tidak memiliki senjata nuklir dan tidak berniat mengembangkannya.

Prospek ke Depan

Pembicaraan di Beijing ini menandai langkah penting dalam upaya menghidupkan kembali diplomasi nuklir dengan Iran, dengan Tiongkok memposisikan diri sebagai mediator kunci.

Namun, keberhasilan negosiasi tetap bergantung pada kemauan AS untuk melonggarkan sanksi dan kesiapan semua pihak untuk menahan diri dari eskalasi lebih lanjut.

Seperti yang ditegaskan oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok bahwa semua pihak harus menahan diri dari tindakan yang dapat memperburuk situasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI