Apakah Karyawan Non-Muslim Berhak atas THR Lebaran?

Eliza Gusmeri Suara.Com
Jum'at, 14 Maret 2025 | 16:52 WIB
Apakah Karyawan Non-Muslim Berhak atas THR Lebaran?
Ilustrasi THR [pixabay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pertanyaan mengenai apakah karyawan non-Muslim berhak atas Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran sering muncul menjelang Hari Raya Idulfitri.

Pada dasarnya, ketentuan mengenai pemberian THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016).

Menurut Pasal 1 angka 1 Permenaker 6/2016, THR adalah pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.

Hari raya keagamaan yang dimaksud meliputi Hari Raya Idulfitri bagi karyawan Muslim, Natal bagi Kristen Katolik dan Protestan, Nyepi bagi Hindu, Waisak bagi Buddha, serta Imlek bagi Konghucu.

THR bagi Non-Muslim, Apakah Diperbolehkan?

Melansir situs hukumonline.com, perlu diketahui bahwa pemberian THR tidak selalu diberikan sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing karyawan.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Permenaker 6/2016, pembayaran THR diberikan satu kali dalam setahun dan disesuaikan dengan hari raya keagamaan karyawan. Namun, Pasal 5 ayat (3) memberikan pengecualian jika terdapat kesepakatan antara pengusaha dan karyawan yang tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Artinya, jika seorang karyawan non-Muslim memiliki kesepakatan dengan pengusaha bahwa THR akan diberikan bersamaan dengan Hari Raya Idulfitri, maka hal tersebut diperbolehkan secara hukum.

Sebagai contoh, karyawan beragama Hindu dapat menerima THR Lebaran jika sudah ada kesepakatan di tempat kerja terkait waktu pemberian THR tersebut.

Baca Juga: Polisi Panggil RW di Jakbar Buntut Minta THR Rp1 Juta ke Perusahaan, Bakal Kena Sanksi Lurah

Batas Waktu dan Besaran THR

Selain itu, perlu dicatat bahwa pemberian THR wajib dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan berlangsung.

Ketentuan ini berlaku baik bagi karyawan dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang telah bekerja selama minimal satu bulan secara terus-menerus.

Besaran THR yang diberikan kepada karyawan dengan masa kerja 12 bulan atau lebih adalah satu bulan upah penuh.

Sedangkan bagi karyawan yang bekerja selama satu bulan tetapi kurang dari 12 bulan, THR dihitung secara proporsional berdasarkan masa kerja.

Misalnya, jika seorang karyawan dengan upah bulanan Rp6.000.000 telah bekerja selama enam bulan, maka besaran THR yang diterima adalah 6/12 x Rp6.000.000, yaitu sebesar Rp3.000.000.

Namun, perlu diingat bahwa apabila nilai THR yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama lebih besar daripada yang diatur dalam Permenaker 6/2016, maka besaran tersebut yang harus dibayarkan oleh pengusaha.

Dapat disimpulkan bahwa karyawan non-Muslim tetap berhak atas THR meskipun diberikan pada saat Hari Raya Idulfitri, selama ada kesepakatan yang jelas antara pengusaha dan karyawan.

Penting bagi pekerja untuk memastikan perjanjian ini telah dituangkan dalam dokumen resmi agar hak mereka dapat dipenuhi dengan semestinya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI