Selain itu, perlu dicatat bahwa pemberian THR wajib dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan berlangsung.
Ketentuan ini berlaku baik bagi karyawan dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang telah bekerja selama minimal satu bulan secara terus-menerus.
Besaran THR yang diberikan kepada karyawan dengan masa kerja 12 bulan atau lebih adalah satu bulan upah penuh.
Sedangkan bagi karyawan yang bekerja selama satu bulan tetapi kurang dari 12 bulan, THR dihitung secara proporsional berdasarkan masa kerja.
Misalnya, jika seorang karyawan dengan upah bulanan Rp6.000.000 telah bekerja selama enam bulan, maka besaran THR yang diterima adalah 6/12 x Rp6.000.000, yaitu sebesar Rp3.000.000.
Namun, perlu diingat bahwa apabila nilai THR yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama lebih besar daripada yang diatur dalam Permenaker 6/2016, maka besaran tersebut yang harus dibayarkan oleh pengusaha.
Dapat disimpulkan bahwa karyawan non-Muslim tetap berhak atas THR meskipun diberikan pada saat Hari Raya Idulfitri, selama ada kesepakatan yang jelas antara pengusaha dan karyawan.
Penting bagi pekerja untuk memastikan perjanjian ini telah dituangkan dalam dokumen resmi agar hak mereka dapat dipenuhi dengan semestinya.
Baca Juga: Polisi Panggil RW di Jakbar Buntut Minta THR Rp1 Juta ke Perusahaan, Bakal Kena Sanksi Lurah