Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kronologi mengenai perintah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto agar Harun Masiku merendam ponselnya.
Hal itu disampaikan jaksa dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Awalnya, jaksa menjelaskan bahwa pada 8 Januari 2020 sekitar pukul 18.19 WIB, Hasto mengetahui bahwa KPK telah mengamankan mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Untuk itu, Hasto memerintahkan penjaga Rumah Inspirasi di Jalan Sutan Sjahrir Nomor 12 A, Nur Hasan untuk menghubungi Harun Masiku.
“Kemudian, terdakwa melalui Nur Hasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3/2025).
![Tersangka Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/2/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/26/18585-hasto-kristiyanto-diperiksa-kpk.jpg)
Lalu pada pukul 18.35 WIB, Harun Masiku dan Nur Hasan bertemu di Hotel Sofyan Cut Mutia Jakarta. Jaksa menjelaskan pada pukul 18.52 WIB ponsel milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.
Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan bahwa penyidik KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui ponsel Nur Hasan. Sekitar pukul 20.00 WIB, diketahui Nur Hasan dan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Pada saat yang sama, KPK mengetahui bahwa staf pribadi Hasto, Kusnadi juga berada di PTIK sehingga penyidik segera mendatangi lokasi tersebut namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku.
“Pada tanggal 9 Januari 2020, pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/07/DIK.00/01/2020 guna melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2022 bersama-sama dengan Agustiani Tio Fridelina terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 yang dilakukan oleh tersangka Harun Masiku bersama- sama dengan Saeful Bahri,” ujar jaksa.
Baca Juga: Jaksa KPK Bongkar 'Dosa-dosa' Hasto PDIP, Perintahkan Buronan Harun Masiku Tenggelamkan Ponsel
Hingga saat ini, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri sudah menjalani masa hukumannya sementara Harun Masiku masih berstatus orang dalam pencarian (DPO).
Untuk itu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.