"Adapun isi dari ataupun substansi surat terbuka yang kami ajukan yakni mengenai penolakan pembahasan RUU TNI dan Polri," kata Wakil Koordinator KontraS Andri Yunus ditemui jelang surat dikirimkan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Ia pun menjelaskan, mengapa pihaknya menolak RUU Polri dan RUU TNI. Hal itu disebut karena tidak mampu menjawab persoalan kultural di institusi.
"Misal yang pertama dalam ruu polri kemudian di dalamnya diatur mengenai penambahan wewenang intelijen dan keamanan yang mana menurut kami ada satu ketentuan disana yang membuat intelkan Polri dapat melakukan penggalangan yang semestinya itu berpotensi bertabrakan dengan kewenangan yang dimiliki badan intelijen negara atau kemudian mengenai perihal penggalangan," ujarnya.
"Di satu sisi berkenaan dengan TNI kami melihat ada upaya pengaturan perluasan jabatan sipil yang kemudian diperbolehkan begitu ya menduduki jabatan jabatan tertentu dan diisi oleh prajurit aktif," sambungnya.
![Ilustrasi TNI [Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/05/12/29594-ilustrasi-tni-antara.jpg)
Adanya itu semua, kata dia, justru berpotensi mengembalikan ke pemerintahan ke era orde baru.
"Hal ini kami menilai sangat bermasalah dan berpotensi mengembalikan pemerintahan pada rezim orde baru atau rezim Soeharto selama 32 tahun," katanya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya meminta agar pembahasan RUU TNI dan RUU Polri dihentikan.
"Standing kami sepanjang substansi nya kemudian tidak menjawab persoala reformasi sektor keamanan namun justru tambah kewenangan, mengurangi kontrol dan pengawasan terhadap institusi militer, kami meminta untuk dihentikan," katanya.
"Jadi kami juga tidak mau dilibatkan dan hanya sebagai stampel aja begitu. Perlu ada pembahasan secara substansi yang menurut kami lebih penting seperti yang tadi diungkap," Andri menambahkan.
Baca Juga: Kekhawatiran Dwifungsi di RUU TNI, Golkar: Prajurit Isi Jabatan Sipil Tak Masalah, Tapi...