Suara.com - Sebuah unggahan YouTube baru-baru ini menyebar luas dengan narasi yang menyatakan bahwa Menteri BUMN, Erick Thohir, telah dipecat oleh Presiden Prabowo Subianto karena terlibat dalam kasus dugaan korupsi di Pertamina.
Berikut narasi dalam video tersebut:
“Erick Thohir RESMI DICOPOT Prabowo! KPK & Kejaksaan TETAPKAN Erick Jadi Tersangka Korupsi Pertamina”

Namun, mengutip penelusuran ANTARA, klaim dalam unggahan video tersebut tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Dalam video berdurasi 10 menit itu, tidak ada narasi yang secara resmi menyatakan bahwa Presiden Prabowo telah mencopot Erick Thohir dari jabatannya. Video tersebut sebenarnya lebih fokus pada opini dari pengamat sektor migas, Yusri Usman, yang mengadvokasi untuk penonaktifan Erick Thohir terkait dugaan korupsi di Pertamina.
Lebih lanjut, video juga mengutip dari liputan Tribunnews yang mengulas desakan beberapa pihak terhadap Presiden Prabowo untuk bertindak terkait masalah ini, namun tidak ada konfirmasi atau pernyataan langsung bahwa pemecatan telah terjadi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa klaim yang menyatakan Erick Thohir dipecat Prabowo adalah tidak benar atau hoaks.
Erick Thohir sendiri telah menyampaikan komitmennya untuk menghormati proses hukum dan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dalam upaya memberantas korupsi. Kasus ini sendiri telah menetapkan beberapa tersangka, termasuk empat petinggi dari Pertamina dan tiga tersangka dari pihak swasta terkait dugaan korupsi pengadaan minyak yang diduga merugikan negara sekitar Rp193,7 triliun per tahun.
Hingga saat ini, proses hukum terus berlanjut, dengan Kejaksaan Agung terus melakukan penyelidikan mendalam terhadap kasus ini.
Baca Juga: Delapan Pengusaha Besar Sambangi Istana, Satu Meja Bareng Prabowo Bahas Danantara
Pandangan Analis Terkait Korupsi Pertamina
Sementara itu, analis politik Hendri Satrio menyoroti kasus dugaan korupsi di Pertamina yang belakangan ini ramai diperbincangkan publik. Menurutnya, kasus sebesar ini tidak mungkin baru terjadi, melainkan sudah berlangsung sejak lama dan seharusnya tercium oleh pemerintah.
Ia juga mengangkat pernyataan eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, yang mengindikasikan bahwa pemerintah, termasuk presiden saat itu, sudah mengetahui adanya korupsi tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai siapa yang sebenarnya bertanggung jawab.
Terkait vonis terhadap Karen Agustiawan, Mahkamah Agung memperberat hukuman penjaranya menjadi 13 tahun, lebih tinggi dari vonis sebelumnya yang hanya 9 tahun. Ia dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) pada 2011-2014, yang baru ditetapkan tersangka pada 2023.
Dalam sidang, Jusuf Kalla (JK) hadir sebagai saksi meringankan, menyatakan bahwa Karen hanya menjalankan tugas berdasarkan instruksi presiden untuk memastikan cadangan energi nasional tetap terjaga di atas 30 persen.
JK juga menegaskan bahwa pengadaan LNG oleh Pertamina dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 dan Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Ia berpendapat bahwa perusahaan seperti Pertamina wajar mengalami kerugian dalam bisnisnya, terutama akibat faktor eksternal seperti pandemi. Jika setiap perusahaan BUMN yang merugi dianggap bersalah, menurut JK, hal itu bisa membuat para eksekutif enggan mengambil risiko dan berinovasi dalam mengelola perusahaan negara.