Ia juga mengangkat pernyataan eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, yang mengindikasikan bahwa pemerintah, termasuk presiden saat itu, sudah mengetahui adanya korupsi tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai siapa yang sebenarnya bertanggung jawab.
Terkait vonis terhadap Karen Agustiawan, Mahkamah Agung memperberat hukuman penjaranya menjadi 13 tahun, lebih tinggi dari vonis sebelumnya yang hanya 9 tahun. Ia dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) pada 2011-2014, yang baru ditetapkan tersangka pada 2023.
Dalam sidang, Jusuf Kalla (JK) hadir sebagai saksi meringankan, menyatakan bahwa Karen hanya menjalankan tugas berdasarkan instruksi presiden untuk memastikan cadangan energi nasional tetap terjaga di atas 30 persen.
JK juga menegaskan bahwa pengadaan LNG oleh Pertamina dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 dan Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Ia berpendapat bahwa perusahaan seperti Pertamina wajar mengalami kerugian dalam bisnisnya, terutama akibat faktor eksternal seperti pandemi. Jika setiap perusahaan BUMN yang merugi dianggap bersalah, menurut JK, hal itu bisa membuat para eksekutif enggan mengambil risiko dan berinovasi dalam mengelola perusahaan negara.