Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) oleh DPR.
Staf Ahli Menteri PPPA Bidang Hubungan Kelembagaan Indra Gunawan menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya lakukan lobi-lobi dengan parlemen agar segera membahas RUU tersebut.
"Kita berupaya advokasi di pemerintahan baru ini agar bisa kita percepat mendorong disahkannya RUU PPRT ini," kata Indra saat diskusi Hari Perempuan Internasional di Kantor PBB perwakilan Indonesia di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Indra menekankan bahwa keberadaan RUU tersebut dibutuhkan untuk menjamin pemenuhan hak PRT sebagai salah satu kelompok rentan.
Baca Juga: DPR Baru Jangan Tutup Mata! RUU PPRT Harus Disahkan, Lindungi PRT dari Kekerasan!
Keberadaan undang-undang itu juga bisa menjadi jaminan perlindungan. RUU diusung sebagai pengakuan terhadap profesi PRT serta pelindungan kedua belah pihak, baik PRT maupun pemberi kerja.
"Tentu kita terus berharap dukungan dari semua pihak untuk juga mendorong, karena kita bicara pekerja rumah tangga, ini memang lebih banyak ranahnya di Kementerian Ketenagakerjaan," katanya.

Diketahui, RUU PPRT itu telah menggantung di DPR selama lebih dari 20 tahun.
Bersamaan dengan itu, berbagai kasus kekerasan juga eksplotasi terhadap pekerja rumah tangga juga terus terjadi.
Catatan tahunan Komnas Perempuan menunjukan bahwa sepanjang 2019-2023 terdapat 25 kasus PRT.
Baca Juga: 21 Tahun Terkatung-katung, Tokoh Lintas Agama Ikut Desak Pengesahan RUU PPRT Demi Keadilan Sosial
Kemudian KPAI juga mencatat pada 2020 sekitar 30 persen anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan anak (TPPA) dipekerjakan sebagai PRT.
Data KPAI juga bahwa pada periode 2023-2024 menunjukan situai PRT anak bukan hanya mulai eksploitasi ekonomi, namun juga seksual serta bentuk-bentuk penyiksaan dan berakhir tanpa proses hukum karena mencabut laporan dari orang tua atau walinya.
Sementara data Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) 2018 menunjukkan sampai 2023 terdapat 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT.