Suara.com - Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Nunung Syaifuddin berjanji akan menangkap petugas SPBU dan Kepala Desa (Kades) Kamijaya jika ikut terlibat dalam kasus penggelapan jual-beli solar bersubsidi di Karawang, Jawa Barat.
Berdasar keterangan saksi, beber Nunung keduanya memainkan peran krusial dalam pembelian solar subsidi dari SPBU sebelum dijual kembali.
"Kalau keterangan dari saksi, memang betul seperti itu, kami akan tangkap," kata Nunung dikutip dari Antara, Kamis (6/3/2025).
Nunung menjelaskan bahwa petugas SPBU di Tuban diduga terlibat dalam membantu tersangka BC, K, dan J mendapatkan 45 kode batang atau barcode My Pertamina.
Baca Juga: Berkas Perkara Dilimpahkan ke Jaksa, Hasto PDIP Segera Diadili
Dengan barcode tersebut, ketiga tersangka dapat mengisi ulang BBM solar dengan satu mobil yang sama, yakni Isuzu Panther secara berulang kali.
Solar tersebut lalu dibawa menggunakan mobil Isuzu Panther ke sebuah gudang penyimpanan BBM yang telah disiapkan tersangka.

Untuk lokasi yang berbeda yakni di Karawang Jawa Barat, Nunung menduga ada keterlibatan Kepala Desa Kamijaya Dawuan Barat dalam membuat surat rekomendasi untuk petani agar dapat membeli solar subsidi.
"Bukannya dipakai untuk petani, solar tersebut malah ditimbun dalam sebuah gudang, kemudian dijual kembali," ungkapnya.
Dirtipidter Bareskrim Mabes Polri menjelaskan bahwa komplotan yang beraksi di Tuban sudah menjalankan modus tersebut selama 5 bulan, sedangkan komplotan yang ada di Karawang sudah beraksi selama setahun
Baca Juga: Ngotot Minta Dibebaskan, Eksepsi Tom Lembong: Dakwaan Jaksa Bisa Disebut Kriminalisasi Hukum!
"Total ada 16.400 liter solar subsidi yang sudah ditimbun kedua komplotan tersebut," katanya.
Ribuan liter solar itu, lanjut dia, dijual dengan harga lebih tinggi, semula Rp6.800,00 per liter menjadi Rp8.800 per liter/liter.
Dua komplotan tersebut akhirnya ditangkap oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 27 Februari 2025.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.