Kontroversi PHK 1.040 Pendamping Desa: Tak Ada Larangan Nyaleg, Kok Dipecat?

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 06 Maret 2025 | 14:55 WIB
Kontroversi PHK 1.040 Pendamping Desa: Tak Ada Larangan Nyaleg, Kok Dipecat?
Ilustrasi pendamping desa. Foto diambil dari Google]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perwakilan tenaga pendamping profesional (TPP) desa terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes), mengajukan aduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Sebelumnya, sebanyak 1.040 tenaga pendamping desa yang diberhentikan menduga ada pelanggaran hak asasi manusia dalam keputusan tersebut.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan, pihaknya akan menganalisis laporan yang telah diterima sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

“Kami menerima aduan terkait dugaan PHK sepihak oleh Kementerian Desa. Kami akan menindaklanjuti laporan ini dengan melakukan analisis lebih dulu, apakah ada dugaan pelanggaran HAM atau tidak,” ujar Anis di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Baca Juga: Kemendes PHK Massal 1.040 Pendamping Desa, Komnas HAM Terima Aduan Pelanggaran HAM

Menurut Anis, PHK sepihak terhadap seribuan tenaga pendamping desa ini berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama jika keputusan tersebut tidak didasarkan pada kontrak kerja yang jelas.

“Ada potensi pelanggaran HAM karena PHK dilakukan secara sepihak oleh Kementerian Desa,” tambahnya.

Hendriyatna, mewakili Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, menilai keputusan Kemendes memberhentikan TPP karena alasan pencalonan mereka sebagai anggota legislatif adalah bentuk ketidakadilan.

“Pencalonan itu sudah dapat izin dan legitimasi dari berbagai pihak, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan kementerian terkait. Bahkan, tidak pernah ada aduan ke Bawaslu yang menyebut bahwa kami melakukan pelanggaran pemilu,” jelas Hendriyatna.

Ia menegaskan bahwa dalam kontrak kerja para pendamping desa tidak ada klausul yang melarang mereka untuk maju sebagai calon legislatif.

Baca Juga: Komnas HAM Bicara Gelombang PHK 2025, Desak Pemerintah Lindungi Hak Pekerja

Oleh karena itu, ia menilai keputusan PHK ini tidak memiliki dasar yang kuat dan justru mencederai hak mereka untuk bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak.

“Kami sudah menerima surat keputusan sebagai pendamping desa, yang seharusnya ditindaklanjuti dengan kontrak kerja baru. Namun, justru kami yang pernah mencalonkan diri yang sekarang dipersoalkan. Padahal, pencalonan itu adalah masa lalu, dan kontrak kerja ini adalah sekarang,” tegasnya.

Sebelumnya, TPP telah menyampaikan permasalahan ini ke Komisi V dan Komisi IX DPR RI, serta melaporkan dugaan malaadministrasi ke Ombudsman RI. Kini melanjutkan upaya mereka dengan membawa aduan ke Komnas HAM.

Langkah ini diambil agar masalah tersebut bisa mendapatkan perhatian lebih luas, terutama terkait dugaan pelanggaran hak asasi dalam kebijakan PHK yang diterapkan oleh Kemendes.

TPP juga berencana beraudiensi dengan Kantor Staf Presiden (KSP) agar kasus ini menjadi perhatian langsung Presiden Prabowo Subianto.

Hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari Kemendes terkait tuntutan para tenaga pendamping desa tersebut. (Kayla Nathaniel Bilbina)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI