Sementara itu, Perwakilan Jaringan Nasional Advokasi (JALA) PRT Jumisih menyoroti kasus kekerasan fisik yang dialami dua PRT di Kelapa Gading, Jakarta Utara oleh pemberi kerja.
"Ini adalah kekerasan yang menyebabkan dua PRT itu luka. Ini situasi yang terjadi, kita tidak dapat memprediksi kapan ini bisa berakhir, karena negara masih abai," ujarnya.
Ia menekankan bahwa faktor utama kejadian tersebut adalah belum adanya perlindungan hukum bagi PRT di Indonesia.
Jumisih menegaskan bahwa PRT adalah bagian dari pekerja yang memiliki hak-hak seperti upah yang layak dan jam kerja yang manusiawi.
![Perwakilan Jaringan Nasional Advokasi (JALA) PRT Jumisih. [Tangkapan layar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/05/20975-jaringan-nasional-advokasi-jala-prt-jumisih.jpg)
Namun karena Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) belum disahkan, kekerasan terhadap PRT masih berlanjut.
Perlindungan Hukum di Luar Negeri
Ia juga menyoroti bahwa kondisi PRT di luar negeri sering dipertanyakan oleh pemberi kerja terkait perlindungan hukum.
"'Di negaramu aja nggak ada kok, kenapa di sini kamu minta?'" katanya mengutip pertanyaan pemberi kerja asing.
Jumisih menjelaskan bahwa keberadaan UU PPRT akan melindungi PRT maupun pemberi kerja melalui perjanjian tertulis yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Baca Juga: Investigasi Internal Digelar Terkait Pekerja Migran indonesia Ditembak APMM Malaysia
Ia juga menekankan bahwa penyalur PRT memiliki kewajiban untuk memberikan pelatihan dan informasi yang jelas kepada calon PRT mengenai pemberi kerja.