Komnas HAM Bicara Gelombang PHK 2025, Desak Pemerintah Lindungi Hak Pekerja

Bangun Santoso Suara.Com
Minggu, 02 Maret 2025 | 14:52 WIB
Komnas HAM Bicara Gelombang PHK 2025, Desak Pemerintah Lindungi Hak Pekerja
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing. [Suara.com/Rakha]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta perusahaan untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meminta pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi.

Pernyataan itu disampaikan Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/3/2025), untuk merespons PHK maupun rencana PHK massal di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Sanken Indonesia, dan PT Yamaha Music Indonesia.

“Komnas HAM perlu menyampaikan beberapa hal atas adanya rencana PHK massal tersebut, yaitu meminta korporasi tidak melakukan PHK dan negara, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, memastikan hak-hak pekerja/buruh untuk dihormati, dan dilindungi,” kata Uli.

Jika permasalahan PHK diselesaikan melalui mekanisme pengadilan hubungan industrial, Komnas HAM meminta agar adanya transparansi, independensi, dan imparsial.

Selain itu, Komnas HAM meminta pemerintah memastikan perlindungan hak-hak normatif pekerja yang di-PHK, adanya jaminan sosial selama pekerja belum mendapatkan pekerjaan baru, dan pekerja mendapatkan tunjangan hari raya sesuai tenggang waktu yang telah resmi ditetapkan.

Uli mengatakan bahwa Komnas HAM menaruh perhatian terhadap gelombang PHK yang terjadi pada awal tahun 2025. Sebab, PHK berpotensi melanggar hak-hak pekerja.

“Baik hak-hak normatif, jaminan sosial, dan khususnya tunjangan hari raya, jika (PHK) melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilakukan secara sewenang-wenang,” ujar Uli sebagaimana dilansir Antara.

Dia menjelaskan, sepanjang tahun 2024, Komnas HAM menerima 67 pengaduan terkait dengan PHK. Jakarta menjadi daerah paling banyak terjadinya PHK, diikuti Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Hasil pemantauan Komnas HAM menunjukkan bahwa saat ini masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan formal. Di tengah kehadiran teknologi akal imitasi (AI) yang menggantikan jenis pekerjaan tertentu juga mempersulit pekerja yang di-PHK untuk mendapatkan pekerjaan kembali.

Baca Juga: Utang Sritex Rp32 Triliun, Bagaimana Nasib Pesangon Buruh?

“Begitu juga pekerjaan sektor informal yang muncul di era digital, seperti pekerja digital dan transportasi daring, belum mendapatkan perlindungan atas hak-hak normatif dan perlindungan sosialnya,” imbuh Uli.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI