Suara.com - Komite Kepresidenan Tinggi untuk Urusan Gereja di Palestina menyoroti langkah-langkah Israel yang dianggap sebagai upaya memberlakukan "realitas baru" di Masjid Al-Aqsa selama bulan Ramadan. Tindakan tersebut dinilai sebagai bagian dari proyek Yahudisasi Yerusalem yang semakin membatasi akses jamaah Muslim ke tempat suci tersebut.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Jumat (28/2), komite tersebut mengecam pengumuman Israel yang akan menggandakan tindakan represifnya selama bulan Ramadan, termasuk membatasi jumlah jamaah serta mengeluarkan perintah pengusiran. Menurut mereka, kebijakan ini bertujuan untuk mengosongkan Masjid Al-Aqsa dan memutus keterkaitannya dengan komunitas Palestina.
“Pengumuman pendudukan untuk menggandakan tindakan represifnya selama Ramadan, termasuk membatasi jumlah jamaah dan mengeluarkan perintah pengusiran, bertujuan untuk mengosongkan Masjid Al-Aqsa serta mengisolasinya dari lingkungan Palestina,” demikian pernyataan resmi dari komite tersebut.
Lebih lanjut, mereka menegaskan bahwa langkah-langkah Israel ini merupakan bagian dari proyek jangka panjang untuk mengubah status quo di Yerusalem dan melemahkan kehadiran Palestina di kota tersebut. Komite Kepresidenan Palestina pun menyerukan kepada negara-negara Arab dan Islam, lembaga internasional, serta gereja-gereja di seluruh dunia untuk bertindak guna menghentikan agresi, mengakhiri pendudukan, dan melindungi hak-hak rakyat Palestina atas tanah serta tempat suci mereka.
Baca Juga: AS Setujui Penjualan Senjata Senilai Rp 49 Triliun ke Israel di Tengah Perang Gaza
Seperti tahun-tahun sebelumnya, otoritas Israel memberlakukan pembatasan ketat terhadap warga Palestina selama Ramadan. Menurut laporan lembaga penyiaran publik Israel, KAN, pada Minggu (23/2), pihak kepolisian telah mengumumkan kebijakan baru untuk membatasi akses ke Masjid Al-Aqsa bagi warga Palestina, terutama mereka yang baru saja dibebaskan dari penjara.
Selain itu, sekitar 3.000 personel keamanan akan ditempatkan setiap hari di pos pemeriksaan menuju Yerusalem Timur dan Masjid Al-Aqsa sepanjang bulan Ramadan. Polisi Israel juga hanya akan memberikan 10.000 izin bagi warga Palestina dari Tepi Barat untuk memasuki kompleks masjid, dengan kriteria yang ketat, yakni izin hanya diberikan kepada pria berusia di atas 55 tahun dan wanita di atas 50 tahun.
Pembatasan ini memicu kekhawatiran di kalangan warga Palestina dan komunitas internasional karena dianggap sebagai bagian dari upaya sistematis Israel untuk membatasi kebebasan beribadah di Masjid Al-Aqsa.
Masjid Al-Aqsa adalah situs suci yang memiliki makna besar bagi umat Islam di seluruh dunia, sekaligus menjadi titik ketegangan dalam konflik Israel-Palestina. Kaum Yahudi menyebut area tersebut sebagai Temple Mount, dengan klaim bahwa dua kuil Yahudi pernah berdiri di sana pada zaman kuno.
Israel merebut Yerusalem Timur dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan mencaploknya secara sepihak pada tahun 1980, meskipun langkah tersebut tidak diakui oleh komunitas internasional. Banyak negara tetap menganggap Yerusalem Timur sebagai bagian dari wilayah Palestina yang diduduki.
Baca Juga: Gencatan Senjata Israel-Hamas di Ujung Tanduk: Nasib Sandera Masih Tak Pasti
Mahkamah Internasional dalam putusan pada Juli lalu menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal dan menyerukan agar semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur dievakuasi. Namun, Israel terus memperluas permukiman Yahudi di daerah tersebut dan memperketat kontrol terhadap situs-situs suci, termasuk Masjid Al-Aqsa.