Suara.com - Pihak penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah menyelidiki terkait dugaan manipulasi pihak Pertamina dalam memproduksi bahan bakar.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, seharusnya Pertamina menggunakan depo atau tempat penampungan di Kilang Pertamina International.
Namun saat itu perusahaan malah menampung bensin yang diimpor di kilang milik PT Orbit Terminal Merak (OTM) yang saat itu dipimpin Gading Ramadhan Joedo, salah seorang tersangka dalam kasus ini.
“Sementara storage atau depo itu bukan yang memiliki kapasitas untuk mengolah. Karena yang mengolah itu kan harus Kilang Pertamina Internasional (KPI), karena KPI itu yang memiliki fungsi pengolahan,” kata Harli, di Kejagung, Jumat (28/2/2025).
Baca Juga: Rakyat jadi Korban BBM Oplosan, Eks Penyidik KPK Sebut Tersangka Riva Siahaan dkk Bisa Dihukum Mati
Ranah bisnis Pertamina, kata Harli, berkutat seputar pembelian, penyimpanan hingga pendistribusian bahan bakar. Jika melakukan kerjasama dengan pihak swasta maka ada beberapa rambu yang tidak boleh dilewati.
“Core bisnisnya PPN (Pertamina Patra Niaga) itu adalah membeli, menyimpan, mendistribusi. Nah kalau PPN bekerjasama dalam KKKS dengan OTM sebagai biasa swasta, maka berarti tidak boleh melewati fungsi-fungsi itu,” pungkasnya.
Diketahui bersama, Kejaksaan Agung membongkar praktik dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
Dalam praktiknya, para petinggi Pertamina yang terjerat dalam kasus ini melakukan impor meski ketersediaan minyak mentah di Indonesia tersedia.
Selain itu, mereka juga melakukan manipulasi harga bahan bakar saat melakukan mengimpor. Harga bahan bakar sengaja dinaikan oleh Pertamina untuk mendapatkan keuntungan dengan cara melawan hukum.
Baca Juga: Terminal BBM Cilegon Digerebek Kejagung, Kasus Korupsi Pertamina Makin Panas
Pihak Pertamina juga melakukan impor bahan bakar dengan kadar oktan 90 atau perlaite, dengan harga Ron 92 atau pertamax.
Berdasarkan temuan penyidik, kedua bahan bakar tersebut kemudian dioplos, dan dijual dengan label Ron 92 atau pertamax.
Dalam perkara ini, ada 9 orang tersangka yang telah ditetapkan oleh penyidik Kejagung. Kesembilan orang ini yakni:
1. Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga;
2. Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk;
3. Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping;
4. Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional;
5. Muhammad Kerry Andrianto Riza atau MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. Kerry diketahui merupakan anak dari saudagar minyak Riza Chalid;
6. Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim;
7. Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak;
8. Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat Pertamina Patra Niaga;
9. Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.